REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Sejumlah wisatawan mancanegara (wisman) mengkhawatirkan pembatasan peredaran minuman beralkohol (minol) di level pedagang dan pengecer, khususnya kota-kota wisata di Indonesia. Sebagian dari mereka menilai aturan ini akan mendorong menjamurnya minuman keras (miras) oplosan yang bisa membunuh konsumen.
"Membatasi pasar berarti membatasi penjualan minuman beralkohol yang berlisensi. Ini mimpi buruk," kata seorang warga Australia, Lhani Davies, dilansir dari ABC News, Jumat (17/4). Lhani memiliki pengalaman pahit dengan miras oplosan yang banyak beredar di Indonesia.
Putranya, Liam Davies (19 tahun) meninggal akibat keracunan metanol ketika mengonsumsi miras yang diolah di sebuah bar di Lombok awal 2013 lalu. Liam datang ke Lombok bersama teman-temannya untuk merayakan tahun baru.
Metanol adalah bahan kimia beracun yang sering ditambahkan untuk meningkatkan kandungan alkohol pada minuman oplosan. Wisman muda yang belum berpengalaman atau baru pertama kali mendatangi suatu negara, seperti Indonesia dinilai berisiko tinggi mengonsumsi miras oplosan ini. Selain Liam, ada sejumlah catatan kasus kematian wisman di Indonesia akibat keracunan miras oplosan.
Pada 2012, seorang pemain rugby asal Perth, Michael Denton meninggal di Bali. Hasil otopsi menunjukkan penyebab kematiannya adalah keracunan metanol akibat miras oplosan.
Desember 2012, seorang remaja Sydney menjadi buta setelah minum koktail yang mengandung metanol dalam perayaan liburan sekolahnya di Bali. Pada Juni tahun yang sama, seorang backpacker Swedia, Johan Lundin keracunan mojito yang dicampur metanol di Lombok.
Efek keracunan metanol mulai dar muntah, sakit kepala, dan nyeri lambung. Tingkat parahnya bisa menyebabkan koma, gagal jantung, hingga kasus ekstrem berupa kematian. Kebutaan juga bisa terjadi beberapa jam, hingga kebutaan permanen.