REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ketua Museum Radya Pustaka Solo, Purnamo Subagyo mengatakan dari sebanyak 377 naskah kuno yang menjadi koleksi di museum tertua di Indonesia itu, baru 20 persennya yang bisa didigitalisasi.
Digitalisasi naskah kuno ini dilakukan dalam satu tahun, Setelah didigitalisasi akan dialih bahasakan bekerja sama dengan Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Kurnia Heniwati salah seorang petugas yang melakukan digitalisasi naskah kuno di Museum Radya Pustaka mengatakan, untuk melakukan pekerjaan ini harus hati-hati karena banyak naskah yang umurnya sudah tua.
"Kalau tidak hati-hati naskah-naskah itu bisa sobek dan masih banyak debu lagi kita harus membersihkan dengan kuas secara pelan-pelan," kata Kurnia sambil menambahkan kerja seperti ini tidak bisa dilakukan secara buru-buru, Jumat (17/4).
Dia mengatakan butuh ketelitian dan harus berhati-hati saat melakukan digitalisasi naskah sehingga membuat naskah yang sudah berusia ratusan tahun ini tidak rusak serta dapat terbaca kelak di kemudian hari.
Kurnia yang akrab dipanggil Nia menuturkan sebelum diambil gambarnya, dirinya harus mengecek kondisi naskah serta halaman perhalaman. "Hampir semua naskah rusak karena usianya sudah ratusan tahun. Kerusakan biasanya jilidnya sudah rusak, kertas sudah rusak atau bolong-bolong," ujarnya.
Sebelum diambil gambarnya, Nia juga harus membersihkan naskah menggunakan kuas yang sangat halus dan lembut supaya huruf-huruf bahasa Jawa Kuno bisa terbaca jelas.
Perlu waktu berpekan-pekan bahkan berbulan-bulan bagi Nia untuk melakukan digitalisasi satu naskah tergantung dari jumlah halaman maupun kondisi naskah.
"Seperti Naskah Purwo ini yang jumlah halamannya 500-an bisa sampai empat bulan. Belum lagi kalau naskahnya bolong sehingga harus di dobel kertas supaya huruf di halaman selanjutnya tidak ikut terpotret," ujarnya.