REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI tak persoalkan jaminan hak isteri para prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam politik praktis. Wakil Ketua DPR bidang Politik dan Keamanan, Fadli Zon mengatakan, isteri para prajurit militer punya hak politik laiknya warga sipil.
Politikus dari partai Gerindra itu pun menilai, partisipasi isteri para prajurit tak mengganggu netralitas TNI dalam gelanggang politik nasional. "Saya rasa tidak (mengganggu netralitas)," kata Fadli saat ditemui di Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (17/4).
Fadli menerangkan, UU 34/2004 soal militer hanya mengurung hak politik prajurit aktif, yaitu berupa larangan untuk tidak memilih atau pun dipilih dalam gelaran pemilihan umum. Namun, pemancungan hak berpolitik itu, tak menyentuh isteri ataupun keluarga yang bukan berstatus prajurit.
Dikatakan Fadli, isteri prajurit mempunyai hak politik yang sama dengan warga biasa. Negara tak bisa membatasi hak warga negara untuk menggunakan haknya untuk berpartisipasi dalam politik praktis. "Karena hak berpolitik itu dijamin konstitusi," ujar dia.
Meskipun begitu, tak menutup kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam jaminan hak berpolitik para isteri prajurit ini. Namun, kemungkinan itu kecil sekali. "Tapi saya kok yakin ini tidak akan ada masalah. Karena masyarakat kita juga sekarang ini semakin kritis," ujarnya.
Rabu ( 15/4), lalu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam pidatonya mempersilahkan isteri para prajurit untuk ambil bagian dalam politik praktis. Ungkapan Moeldoko sebagai penegasan pemberian jaminan hak politik para isteri prajurit. Sebab, yang tak boleh berpolitik adalah prajurit.