REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur SNH Advocacy Center Sylviani Abdul Hamid mengatakan, pihaknya menemukan formulir permohonan kartu tanda penduduk (KTP) WNI F1.21 yang tidak mencantumkan data agama pemohon. Namun dalam pencetakan KTP elektronik tetap mencantumkan data agama pemilik KTP.
Menurut Sylvi, harusnya ada penyesuaian data antara yang ada dalam formulir F1.21 dengan data yang ada dalam e-KTP. "Ini perlu dilakukan agar tidak ada simpang siur antara data yang dimohonkan dalam form F 1.21 dengan data yang ada dalam e-KTP," katanya, Jumat, (17/4).
Perlu ada klarifikasi dari instansi terkait mengenai formulir F1.21 yang ada di kelurahan. Ini diperlukan agar masyarakat tidak resah dan ketertiban dapat terjaga.
Kolom agama, terang Sylvi, dalam e-KTP penting dicantumkan karena menyangkut banyak persoalan terkait dengan status sosial dan hukum. Contoh yang paling ekstrim apabila seseorang meninggal dunia dan tidak diketahui keluarganya, maka menjadi hak jenazah untuk mendapat penyelenggaraan ritual keagamaan sebagaimana agama yang dianutnya.
"Saat ini ada suara-suara yang mengingatkan kembali akan bahaya paham anti Tuhan dan anti agama. Jangan sampai paham ini mempengaruhi kebijakan dalam pembuatan KTP," kata dia.
Oleh karena itu Sylvi berharap agar kolom agama tetap ada sesuai ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. “Pemerintah harusnya segera merespon atas pemberitaan yang meresahkan ditengah-tengah masyarakat."
Pihaknya juga berharap Mendagri tidak merubah ketentuan kolom agama dari ada menjadi tidak ada. "Apabila ini terjadi maka kami tidak segan-segan akan menggugat Pemerintah," kata dia.