REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Lebih dari 8.000 warga Burundi telah mengungsi ke negara tetangga di Rwanda dan Kongo sepanjang dua pekan terakhir karena situasi yang terus memanas di negeri yang terletak di kawasan Afrika Tengah tersebut menjelang pemilihan umum. PBB menyatakan hal tersebut pada Jumat.
Badan pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan bahwa mereka mengungsi karena beredarnya kabar mengenai hilangnya sejumlah warga yang diduga diculik oleh kelompok oposisi.
Di sisi lain, mereka juga ketakutan terhadap rekrutmen paksa dari kelompok milisi pro pemerintah bernama Imbonerakure--organisasi sayap pemuda dari partai CNDD-FDD yang kini berkuasa.
"Secara keseluruhan, lebih dari 8.000 warga Burundi mencari perlindungan di dua negara tersebut sepanjang dua pekan terakhir. Sebanyak 7.099 di antaranya ke Rwanda sementara sisanya ke Republik Demokratik Kongo," kata juru bicara UNHCR, Adrian Edwards, kepada sejumlah wartawan di Jenewa.
Edwards menambahkan bahwa lebih dari 60 persen pengungsi yang telah tiba di Rwanda masih berusia kanak-kanak. Para pengungsi itu datang dari provinsi Kirundo yang terletak di sisi utara Burundi.
Burundi adalah sebuah negara yang baru terbentuk pada 2006 setelah perang saudara yang brutal selama 13 tahun. Pemerintah setempat akan menggelar pemilihan umum legislatif pada Mei sebelum warga memilih presiden pada Juni.
Situasi semakin memanas setelah presiden petahana, Pierre Nkurunziza, kembali mencalonkan diri menjadi kepala negara untuk ketiga kalinya meski konstitusi di Burundi membatasi seseorang hanya boleh menjabat sebagai presiden selama dua periode.
UNHCR mengutarakan kekhawatiran soal potensi semakin banyaknya jumlah pengungsi mengingat "ketegangan politik yang terus tinggi dan laporan tindakan kekerasan yang juga semakin banyak."