REPUBLIKA.CO.ID,SERANG -- Rumah keluarga Hendi Supriyadi letaknya tak jauh dari pusat pemerintahan Provinsi Banten.
Namun, sejak rumahnya berdiri, sekitar tujuh tahun lalu, rumah yang dihuni dengan sang istri tak seterang rumah-rumah sekelilingnya.
Rumah yang hanya seluas 5x3 meter ini, memang menjadi salah satu rumah yang secara resmi belum teraliri listrik PLN.
Namun, kebutuhan akan cahaya, membuatnya terpaksa menumpang dan mengambil listrik dari tetangganya. Kini, rumahnya lumayan bercahaya, karena diterangi oleh beberapa bolham berkekuatan 5 watt, yang tersebar di dteras, ruang kamar, dan dapurnya.
“Saya nyambung (ngambil) dari tetangga, yang juga saudara saya, mereka sudah memasang KWH sebesar 450 watt,” kata Hendi yang sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan ini, akhir pekan lalu.
Keterbatasan ekonomi, memang menjadi faktor utama kenapa keluarga Hendi tak bisa memasang listrik untuk rumahya sendiri, penghasilannya sebagai kuli bangunan memang tak menentu. Bahkan, tak jarang, dalam satu bulan dirinya tidak ada pekerjaan sama sekali.
Sang istri, Yulianah pun hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, penghasilannya dalam satu bulan tak lebih dari Rp 500 ribu. Tak ayal, Hendi dan sang istri lebih memilih memprioritaskan untuk membiayai anaknya sekolah, dibanding memasang instalasi listriknya sendiri.
“Sebenarnya penghasilan kami kan hanya cukup untuk makan saja, jadi sulit jika harus memaksakan memasang listrik yang membutuhkan uang sekitar Rp 900 ribu itu,” ungkap warga Sewor, Kelurahan Banjar Asri, Cipocok, Kota Serang ini.
Karena itulah, Hendi lebih memilih menggunakan lampu minyak atau biasa disebut damar totok oleh warga setempat, jika minyak tanah masih ada. Tetangga Hendi, Safwan tak jauh berbeda.
“Sebenarnya pengen banget lah masang listrik, tapi belum kebeli, ya pengennya sih apa saja, baik yang meteran ataupun yang pake pulsa,” jelasnya seraya menjelaskan bahwa dengan mengambil dari tetangganya, ia membayar kan iuran sebesar Rp 30 ribu rupiah perbulannya.
Tentu keduanya mempunyai harapan yang sama. Mendapatkan pemasangan instalasi listrik yang murah dari pemerintah.
Saiful Bahri, sang kepala desa menjelaskan, bahwa untuk menerangi 432 rumah di Pulau Tunda warga memiliki dua diesel berukuran besar.
Sayangnya, salah satu mesin diesel tersebut rusak. Artinya hanya satu diesel yang bisa digunakan untuk menerangi seluruh rumah di pulau yang bisa ditempuh dengan waktu tiga jam dari darat tersebut.
“Kami mulai menghidupkan diesel itu mulai dari pukul 17.30 sampai subuh, karena kalau siang kita gunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS),” ungkap Saiful.