REPUBLIKA.CO.ID, ENGGANO -- Jalur sepanjang 10 kilometer yang menghubungkan Desa Kaana dengan Desa Malakoni di pulau terluar Enggano, Bengkulu, rusak parah sejak lima tahun terakhir.
"Rusak parah sejak pembangunan bandara dilakukan. Truk-truk material bangunan yang lewat dari pelabuhan ke proyek Bandara punya andil merusak jalan," kata penduduk Enggano Awang di Enggano, Sabtu (18/4).
Masyarakat terpaksa mengambil jalur di tepi pantai yang jika air pasang tidak bisa dilewati kendaraan. "Akhirnya lewat pantai. Jika salah satu kendaraan ada yang terkendala di tengah jalan, jalur tersebut tertutup untuk kendaraan," katanya.
Yuniarti, warga Bengkulu yang sering berlibur ke Pulau Enggano juga mengeluhkan hal yang sama. Jalur dari Kaana dan Malakoni menjadi jalan dengan kerusakan terparah di pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia tersebut.
"Itu kubangan dalam sekali. Sudah bukan jalan lagi, bisa sampai ke pinggang dalamnya (kubangannya)," kata Yuniarti yang tinggal di Pal IV.
Menurut warga dari Desa Banjarsari, Untung, jalan yang rusak paling parah memang antara Malakoni dengan Kaana. Jarak tempuh yang seharusnya hanya 30 menit menjadi berlipat-lipat bahkan memakan waktu satu hari karena menunggu air laut surut.
"Jalur Malakoni sampai Kota Kecamatan Apoho sudah bagus, aspalnya masih baru. Selebihnya aspal sudah mengelupas, sudah jadi jalur tanah," ujar dia.
Jalur dari Kota Kecamatan hingga ke desanya di Banjarsari pun, Untung mengatakan tidak dalam kondisi baik. Lebih seperti jalan batu karena aspal nya sudah tidak tersisa.
Warga Desa Malakoni yang juga menjadi supir Budi Pramata mengaku sering menunggu lima jam untuk bisa melewati jalur yang menghubungkan Desa Malakoni dengan Desa Kaana.
Ia sangat berharap pemerintah segera memperbaiki jalur utama di Pulau Enggano tersebut mengingat masyarakat sangat tergantung dengan satu-satunya akses jalan di pulau terluar tersebut. Jalur utama di pulau tersebut terakhir diaspal pada 2003.
Berdasarkan pantauan Antara jalan utama Enggano dari Dermaga Kahyapu di Desa Kahyapu hingga Desa Banjarsari tidak beraspal melainkan tanah padat yang di banyak bagian berbentuk kubangan. Sebanyak enam jembatan di pulau ini pun tampak memprihatinkan karena kayu-kayu yang digunakan sudah tampak rapuh dan membahayakan warga yang berkendara maupun yang pejalan kaki.
(V002)