REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mendorong pemerintah segera menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Muhammadiyah berharap hal itu bisa segera terwujud agar kepentingan rakyat bisa terjaga.
"Setelah judicial review pemerintah tidak segera menindaklanjuti keputusan MK," ujar Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti ketika dihubungi ROL, Ahad (19/4).
Menurutnya, pembatalan UU Sumber Daya Air seharusnya disusul dengan melakukan pemutusan kontrak kerja dengan perusahaan asing. Kemudian, kata Abdul, pemerintah dapat menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) dan menegakkan hukum yang berlaku terutama untuk mengembalikan pengelolaan sumber daya alam khususnya air kepada pemerintah.
"Ini tidak segera dilakukan bahkan terkesan tidak merespons apapun pasca keputusan MK. Kalau tidak merespons kan artinya pemerintah inkonstitusional," ujarnya.
Abdul menyatakan, Muhammadiyah melakukan gerakan yang disebut jihad konstitusi itu tidak bermaksud untuk merecoki pemerintah atau perusahaan yang bergerak di bidang air. Upaya itu lebih untuk kepentingan nasional yaitu mengembalikan kedaulatan negara ini sesuai dengan konstitusi.
Abdul lantas meminta pemerintah agar segera menindaklanjuti keputusan MK dan meninjau kembali kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan-perusahaan asing.
Selain itu, Abdul juga meminta DPR untuk mengambil sikap. Contohnya, dengan berbicara ihwal tersebut atau mengajukan undang-undang baru yang lebih berpihak pada masyarakat. "Itu perlu untuk membuktikan komitmen mereka pada rakyat," ujarnya.