REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Fraksi Partai Hanura Dossy Iskandar mengatakan masukan publik yang tercermin dalam survei tidak bisa dijadikan acuan bagi Presiden Joko Widodo melakukan perombakan atau reshuffle kabinet.
"(Persepsi publik) boleh sebagai masukan namun jangan menjadi acuan (untuk melakukan reshuffle kabinet)," katanya di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Senin (20/4).
Dossy mengatakan Presiden bisa mendalami masukan dari publik itu namun tetap tidak bisa menjadi acuan merombak kabinet. Menurut dia perombakan kabinet harus berdasarkan kinerja dan tolak ukur pakta integritas yang telah di tandatangani bersama presiden.
"Perombakan kabinet absolut diatur konstitusi dan masukan publik baik-baik saja, silahkan Presiden mendalami," ujarnya.
Dossy mengatakan persepsi publik itu ditujukan agar Presiden dan para menteri tahu apakah tidak tercapainya target pembangunan karena kinerja atau mutu kepemimpinan. Menurut dia presiden harus bertemu dengan seluruh menteri untuk memaparkan tugas-tugas menteri yang dipandang mempengaruhi kinerja pemerintah.
"Perlu dipaparkan tugas-tugas yang dipandang memengaruhi kinerja pemerintah sehingga ada anggapan seperti itu (rendahnya kepuasan publik)," ujarnya.
Sebelumnya Poltracking Indonesia pada Minggu (19/4) merilis hasil survei, pertama; terkait dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK selama enam bulan, sebanyak 48,5 persen publik menyatakan tidak puas (gabungan sangat tidak puas 5,8 persen dan kurang puas 42,7 persen).
Sementara hanya 44 persen mengatakan puas (sangat puas 3,5 persen dan cukup puas 40,5 persen), sedangkan 7,5 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab. Kedua terkait dengan kinerja Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, hanya 47 persen publik yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi (sangat puas 3,9 persen dan cukup puas 43,1 persen).
Sementara itu kinerja Wapres Jusuf Kalla hanya 44,8 persen (sangat puas 2,8 persen dan cukup puas 42 persen).