Selasa 21 Apr 2015 05:46 WIB

Dokumen Pembentukan ISIS Disebut Pengalihan Fakta

Rep: Ratna Ajeng T/ Red: Erik Purnama Putra
Dokumen pembentukan ISIS.
Foto: Spiegel.de
Dokumen pembentukan ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Haji Bakar, seorang pria yang ditengarai berada di balik perencanaan pembentukan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dia yang bernama asli Samir Abd Mohammed al Khalifa telah tewas saat baku tembak di kota Tal Rifaat Januari 2014 lalu.

Koran terkemuka asal Jerman, De Spiegel menemukan bukti mengenai 31 halaman dokumen mengenai perencanaan pembentukan ISIS. Dokumen tersebut ditulis oleh Samir seorang mantan kolonel di Dinas Intelejen Angkatan Pertahanan Udara Saddam Hussein.

Nyatanya, seorang pembaca Ben Harper mengatakan, tulisan De Spiegel merupakan pengalihan fakta bahwa Israel dan Amerika Serikat (AS) merupakan pemodal, pendiri, mengatur dan mendanai ISIS. Tulisan tersebut menurutnya hanya karangan palsu.

Motifnya ISIS ada adalah agar Timur Tengah berada dalam kekacauan. Arab dapat diatur selama 100 tahun dan minyak mereka menjadi murah. Mengapa ISIS tidak menyerang AS atau Israel. ISIS tidak akan menggigit pemberi modalnya.

Arsitek ISIS tersebut meninggalkan dokumen yang ingin dirahasiakan sebuah blue print ISIS. Dalam cetak biru tersebut terdapat rencana teknis penyelidikan ISIS mengenai calon anggota ISIS.

Dia dan sekelompok mantan perwira intelejen Irak membuat Abu Bakar al Baghdadi sebagai pemimpin ISIS. Dia bekerja sama dengan Abu Musab al Zarqawi di Anbar, Irak Barat.

Bakar menjadi pemimpin militer di Irak tahun 2006-2008. ISIS bergabung dengan Partai Baath di Irak. Mereka berusaha untuk melawan pemerintah Irak. Namun ide tersebut dinilai sia-sia.

Bakar memiliki kesempatan ketika pemberontakan melawan Assad di Suriah. Di sana terdapat banyak brigade pemberontak dan peluang besar untuk mengeskploitasinya.

ISIS berkamuflase menjadi lembaga dakwah. Mereka tidak pernah menyebutkan mengenai ISIS. ISIS berusaha untuk membentuk negara sendiri dengan melawan pemerintah Suriah dan pemberontak. Mereka menyerang tentara milik pemerintah.

Nusra dan brigade pemberontak lainnya bekerja sama melawan ISIS setelah terlihat mereka memiliki kamp-kamp militer yang semakin meluas di Suriah. Assad kemudian bekerja sama dengan ISIS dengan perjanjian untuk memusnahkan syiah. ISIS melawan pemberontak didukung Assad.

Penulis berpendapat bahwa ini adalah skenario yang dibuat agar muslim Sunni dan Syiah berperang. Sehingga ISIS dapat menjadi penguasa di Irak dan Suriah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement