REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Serangan udara Arab Saudi dan sekutunya menghancurkan gudang dan pabrik senjata Scud Yaman di Fajj Attan, dekat Sanaa, Senin (20/4).
Ledakan yang disebabkan oleh serangan tersebut sangat besar sehingga mengguncang Sanaa, termasuk beberapa kantor kedutaan. (Baca: Serangan Udara di Sanaa Tewaskan 25 Orang)
"Saya melihat pintu-pintu rumah terbuka," kata Mohammed Sarhan, penduduk yang jauh dari tempat tersebut, namun merasakan guncangannya, dikutip dari Aljazeera.
Menurut beberapa pemberitaan, gudang senjata tersebut memproduksi rudal balistik Scud, yang ditakutkan Arab Saudi dapat ditembakkan oleh penguasa Houthi ke negaranya.
Namun, sampai sekarang belum ada serangan rudal jarak jauh dari Yaman ke Saudi.
Yaman, disebut telah mampu memproduksi roket-roket jarak jauh berkat penelitian atas rudal yang mereka miliki. Pada era Perang Dingin, Yaman Selatan, sebelum unifikasi merupakan sekutu Uni Soviet dan membeli Scud untuk pertahanan.
Keahlian yang didapat dari pengembangan roket itu diyakini menjadi modal Badan Antariksa Yaman (Yemen Arab Space Agency/YASA) untuk mengeksplorasi ruang angkasa. (Baca: 'Crowdfunds', Cara Swasta Israel Galang Dana Misi Antariksa ke Bulan)
Walau, karena isu fatwa larangan eksplorasi Mars tahun lalu, negara ini sempat enggan menggariskan impian yang cukup jauh dalam bidang ini, sebelum infrastruktur mereka memadai.
Di Timur Tengah, sebuah lembaga antariksa tidak jarang dimulai dari penguasaan teknologi-teknologi roket militer. Teknologi itu kemudian diaplikasikan untuk tujuan sipil; eksplorasi ruang angkasa.
Israel misalnya, mengembangkan roket peluncurnya, Shavit, berdasarkan teknologi rudal balistik Jerico I dan II. Iran dan Irak juga melakukan hal yang sama dengan mengembangkan teknologi Scud.
Selain Yaman, negara yang dianggap mampu memproduksi teknologi roket setara Scud adalah Mesir, Libya, Irak dan Suriah. Sementara itu Arab Saudi sendiri memiliki rudal yang ukuran dan jarak tempuhnya lebih jauh yakni rudal balistik DF-3A buatan Cina.