REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Laporan Bank Dunia pada 2013 menyatakan bahwa kawasan Afrika Sub-Sahara, negara-negara yang berada di selatan Gurun Sahara, diproyeksikan menopang ekonomi benua hitam itu dengan menyerap sebanyak 6,7 juta tenaga kerja pada 2021.
Pada 2012, Afrika menarik 33,8 wisatawan dan menghasilkan devisa sebesar 36 miliar dolar AS, atau 2,8 persen dari GDP regional. Sebuah lompatan besar jika menilik kembali pada 1990, jumlah pelancong ke Afrika hanya sekitar 6,7 juta orang.
Potensi sektor pariwisata negara-negara Afrika terus berkembang di mana sebanyak 33 negara dari 48 negara di kawasan Sub-Sahara dipandang berhasil meningkatkan kapasitas industri pariwisatanya melalui dukungan politik yang kuat serta mengundang investasi untuk menopang keberlanjutan industri pariwisatanya.
"Perusahaan-perusahaan swasta Afrika gencar menarik investasi regional dan internasional dan tingkat pengembalian investasi di Afrika termasuk salah satu yang tertinggi di dunia," kata Makhtar Diop, Vice President Bank Dunia untuk Afrika, seperti dikutip di laman resmi Bank Dunia.
Rantai hotel-hotel dunia telah memasuki pasar Afrika, kepincut dengan potensi investasi yang ada dengan menyuntikkan jutaan dolar dalam proyek-proyek untuk memenuhi permintaan pasar turis internasional dan kelas menengah bangsa Afrika yang sedang tumbuh pesat.
Walaupun baru 10 persen dari 390.000 kamar hotel yang ada memenuhi standar internasional. Jumlah yang belum merata karena separuh dari angka tersebut berada di Afrika Selatan. Bank Dunia dalam laporannya mengatakan salah satu contoh sukses negara-negara Afrika Sub-Sahara dalam melambungkan industri pariwisatanya adalah dengan menyederhanakan kebijakan di sektor pariwisata.
Negara-negara seperti Kenya, Mauritius, Cape Verde, Namibia, Rwanda, Afrika Selatan dan sebagainya telah meliberalisasi transportasi udara mereka dan melakukan diversifikasi pariwisata sembari melindungi komunitas dan lingkungan mereka, yang secara tidak langsung menciptakan iklim investasi yang positif untuk pertumbuhan pariwisata.
Jarak Afrika Sub-Sahara dengan pasar mereka menuntut adanya akses transportasi udara yang kompetitif dan mempunyai kualitas tinggi. Walaupun menjadi tempat tinggal bagi 15 persen penduduk dunia, sangat disayangkan hanya ada sekitar empat persen bangku penerbangan dunia yang melayani penerbangan ke benua hitam tersebut.
Studi yang dilakukan Bank Dunia Regional Afrika pun menunjukkan bahwa tarif penerbangan ke Afrika Sub-Sahara masih 50 persen lebih mahal dari negara-negara tujuan lainnya.
Jarangnya dan bahkan tidak tersedianya transportasi inter-regional dan perintis menyulitkan wisatawan menuju sejumlah destinasi dan menghambat kemajuan paket-paket wisata gabungan dari sejumlah negara di kawasan tersebut.
Oleh karena itu, untuk menjaga sektor pariwisatanya tetap kompetitif, kawasan Afrika Sub-Sahara harus menjaga kualitas aset-aset pariwisatanya serta menyediakan akomodasi yang memenuhi standar bagi para wisatawan.
Selain itu, efisiensi dan keamanan transportasi udara harus ditingkatkan baik dari dan ke luar regional.
Di samping isu keamanan dan infrastruktur, masalah sosial seperti kesediaan warga setempat untuk menerima kedatangan turis asing juga menjadi perhatian utama. Negara seperti Republik Kongo dikenal sebagai suaka bagi satwa Gorila dataran rendah selatan. Tidak sedikit wisatawan yang ingin menyaksikan langsung primata besar yang menginspirasi film King-Kong tersebut di habitat aslinya.