Kamis 23 Apr 2015 22:28 WIB

BG Dilantik, Imam Prasodjo Surati Presiden Jokowi

Rep: C09/ Red: Indira Rezkisari
Imam Prasodjo
Foto: Adhi Wicaksono/Republika
Imam Prasodjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan anggota Tim Sembilan, Imam Prasodjo, mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat ditulis pada Kamis (22/4), bertepatan dengan pelantikan Wakil Kepala Polisi, Komjen Budi Gunawan.

Dalam suratnya, Imam menyindir Presiden mengenai proses hukum yang berlandaskan kepentingan politik. Imam juga menyatakan pengikisan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah atas segala yang telah terjadi dalam kepemimpinan Jokowi.

Berikut isi surat Imam Prasodjo untuk Presiden yang diterima Republika, Kamis (23/4).

Jakarta, 22 April 2015

Kepada Yang Terhormat,

Presiden Joko Widodo,

Kami tak dapat berkata apa pun melihat begitu kasat mata arogansi kekuasaan diperagakan dan dibiarkan merajalela. Peristiwa yang akan terjadi hari ini adalah simbol kecongkakan luar biasa yang meruntuhkan kepercayaan paling dalam. Padahal, selama ini kepercayaan itu dicoba dibangun dan ditumbuhkan, dan rakyat pun menyambut dengan gegap gempita.

Inilah episode peperangan kebatilan melawan kejujuran dalam babak baru dalam bungkus politik hukum manipulatif yang menjadi landasan utama. Lihatlah. Ketika proses hukum formal dijalankan mengemas beragam kepentingan politik yang bekerja tanpa landasan kejujuran dan tanggung-jawab, tidakkah kepercayaan yang akan menjadi taruhannya? Kepercayaan itu pasti akan terkikis dan bahkan bisa lenyap sama sekali, tanpa bekas? Apakah dikira kepercayaan rakyat yang tumbuh dari batin yang paling dalam ini, dapat dicegah oleh kekuatan kekuatan argumen legalistik yang dibingkai berdasarkan manuver pasal demi pasal akrobat advokat dan hakim bayaran yang sungguh memuakkan? Sama sekali tidak!

Ketahuilah, semua itu tak akan mampu menahan menjalarnya keraguan dan ketidak-percayaan. Apakah artinya kekuasaan bila tak dilandasi kepercayaan rakyat banyak. Apakah artinya kebanggaan bila tak disangga pemihakan pada kejujuran dan tanggung-jawab?

Bapak Presiden,

Kalimat yang tersusun ini memang terlalu abstrak untuk dicerna bagi siapa saja yang tak memahami betapa kini gejolak hati jutaan rakyat begitu hebat terjadi. Kalimat ini sulit difahami bagi mereka yang tak mampu berempati pada tersendatnya denyut nadi orang-orang biasa yang selama ini menjadi saksi kemungkaran yang terjadi di negeri ini. Apakah dikira mereka diam tak memahami semua kepalsuan di balik semua kejadian ini?

Bapak Presiden,

Tentu Bapak melihat begitu banyak rakyat biasa semula sangat berharap bahwa negeri ini, kali ini, akan memulai langkah penuh arti untuk dimulainya perubahan nyata bagi kehidupan bangsa. Di tengah gelapnya awan oligarki yang menutup bumi Indonesia, banyak yang berharap bahwa kali ini, akan ada seberkas sinar terang yang mampu menembus awan, memberi harapan pada perbaikan. Itulah harapan perubahan kehidupan rakyat banyak yang jelata, lepas dari cengraman elit ketamakan dan kerakusan.

Siapa pengusung seberkas sinar pemberi harapan itu? Orang berharap ia adalah orang biasa, orang sederhana yang lugu, orang yang tak punya kepentingan apa apa, dan orang yang bukan berasal dari siapa siapa. Tetapi orang itu punya nyali karena ia dianggap akan berani melawan siapa saja yang melawan kepentingan orang biasa. Ia berani karena justru ia lugu, ia tak memiliki kepentingan pribadi dan ia bahkan tak tertarik pada kekuasaan yang dipegangnya. Karena itu, orang itu diharapkan bisa melakukan apa pun, dengan resiko apa pun, karena bila ia terkena imbas dari langkah yang diambilnya, ia tak akan kehilangan apa-apa karena ia semula memang bukan siapa siapa.

Bapak Presiden,

Andalah orang biasa itu yang diharapkan mengawal seberkas sinar pembawa harapan itu. Begitu banyak rakyat menunggu langkah nyata itu yang kini harus dilakukan di saat situasi kritis. Jangan biarkan oligarki awan gelap menutup dan menghalangi sinar pembawa harapan dan kepercayaan yang semula tumbuh menyebar menyinari negeri ini.

Sekali lagi, saat inilah langkah nyata harus dilakukan Presiden dengan bekal mandat sebagian besar rakyat yang sudah dengan penuh keikhlasan diberikan.

Jangan kacaukan pemahaman bahwa pemberi mandat itu adalah segelintir tokoh elit penikmat kelanggengan kursi kekuasaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement