REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Rencana Pemerintah Kota Malang untuk mengembangkan gondola atau kereta gantung sebagai alat transportasi massal, dinilai tidak akan berhasil. Sebab menurut pakar transportasi Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof Achmad Wicaksono, gondola tidak cocok untuk alat transportasi massal di Kota Malang, Jawa Timur. Sebab, tidak sesuai dengan karakteristik dan mobilitas masyarakat setempat.
"Kereta gantung akan lebih cocok dan lebih tepat digunakan untuk kota wisata, seperti Batu, dan tidak cocok untuk angkutan massal yang mobilitas masyarakatnya cukup tinggi. Oleh karena itu, saya lebih cenderung komuter atau monorel untuk angkutan massal di Kota Malang," katanya di Malang, Jumat (24/4).
Menurutnya, prinsip transportasi massal adalah ketepatan waktu, keamanan, dan kenyamanan, sedangkan kereta gantung masih belum memenuhi syarat untuk itu. Apalagi, katanya, kereta gantung berada di ketinggian, jika macet proses evakuasinya juga sulit dan membutuhkan waktu lama.
Ia mengakui investasi pembangunan kereta gantung memang lebih murah jika dibandingkan dengan monorel. Namun, katanya, dari segi kecepatan dan keamanan, monorel lebih bagus daripada kereta gantung.
Karenanya, kereta gantung lebih tepat dan cocok digunakan sebagai alat transportasi di wilayah wisata. "Saya rasa kalau Pemkot Batu menggagas kereta gantung untuk transportasi wisatawan itu sudah tepat, tetapi kalau di Kota Malang, lebih baik menggunakan alat transportasi massal lainnya karena karakteristik wilayah dan masyarakatnya yang dinamis, kurang cocok," ujarnya.
Belum lama ini, Kepala Bappeda Kota Malang Wasto mengatakan pemkot tetap ingin mengembangkan transportasi massal berupa kereta gantung. Selain membuat kajian untuk pengembangan kereta gantung, Pemkot Malang juga membuat kajian untuk monorel sebagai alternatif yang memungkinkan untuk diterapkan di daerah itu.
"Sekarang kami sedang membuat kajian untuk mengembangan transportasi monorel dan kereta gantung, mana yang berpeluang, akan kami terapkan, apalagi kalau keduanya bisa diwujudkan," ujarnya.
Sebab, katanya, dari segi pendanaan dua alat transportasi massal itu berbeda, pendanaan monorel bisa dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Sedangkan kereta gantung dari investor atau pihak ketiga. Wasto mengatakan pembangunan transportasi harus terintegrasi di wilayah Malang raya, artinya harus melibatkan Kabupaten Malang dan Kota Batu, di mana kajiannya juga dilakukan bersama-sama.
"Sebenarnya saya sudah membuat agenda untuk melakukan pertemuan dengan Kepala Bappeda Kota Batu maupun Kabupaten Malang, namun masih belum terlaksana karena kesibukan masing-masing," katanya.