REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- LBH Keadilan menilai vonis Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur yang menghukum Nenek Asyani tidak memenuhi rasa keadilan.
"Dan membuktikan kebenaran bahwa hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas," kata Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie dalam siaran persnya, Jumat.
LBH Keadilan berpandangan, Majelis Hakim yang diketuai I Kadek Dedy Arcana tidak memahami "ruh" yang terkandung dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang sesungguhnya lahir karena banyaknya pembalakan liar yang mengakibatkan banyak hutan gundul.
Nenek Asyani divonis bersalah telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf (d) juncto Pasal 83 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Persidangan di Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur Kamis (23/4), menjatuhi hukuman selama satu tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider satu hari kurungan dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan.
Perempuan renta itu memang tidak harus masuk penjara, karena vonisnya dengan masa percobaan, namun tetap saja Nenek Asyani dinyatakan bersalah.
Abdul Hamim mengatakan masih banyak pembalakan liar besar-besaran yang diduga sengaja dibiarkan oleh aparat.
Menurut dia, seharusnya aparat fokus pada kasus-kasus semacam itu ketimbang mempidanakan kasus kecil seperti yang menimpa Nenek Asyani.
LBH Keadilan mendorong agar Nenek Asyani melakukan upaya hukum banding.
"Dengan upaya tersebut, berharap keadilan akan berpihak kepadanya," katanya.