REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan penolakan atas ide dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ide yang ditolak itu adalah ide yang berkaitan dalam penanganan prostitusi di Jakarta.
Penasehat Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta Samsul Maarif mengatakan ide Ahok berpotensi mencederai masyarakat. Pasalnya, Ahok berencana untuk membuat lokalisasi prostitusi di Jakarta.
"Lokalisasi sama dengan legalisasi," katanya kepada Republika, Sabtu (25/4). Hal itulah yang kemudian membuat MUI tegas menolak ide tersebut.
Rencana untuk membuat lokalisasi merupakan tanggapan Gubernur DKI terkait persoalan sosial. Persoalan itu adalah penyalahgunaan rumah kos sebagai sarana prostitusi yang marak bertebaran di kawasan Jakarta.
Samsul menambahkan semestinya Ahok mendalami sejarah upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh Gubernur DKI sebelumnya, Sutiyoso. Saat itu, Sutiyoso telah berhasil menghapus tempat prostitusi yang ada di Koja, Jakarta Utara.
Berkat kerja sama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan Ulama, kawasan bekas lokalisasi prostitusi itu berubah menjadi kawasan Islamic Centre dan masjid.
"Ahok menganalogikan prostitusi dengan kotoran manusia. Itu adalah adalah analogi yang kurang relevan," ucap dia. Samsul menyebut hal ini sebagai ini qiyas ma'al Fariq.
Menurutnya, dua hal diatas tidak bisa disamakan. Kotoran manusia adalah fitrah sedangkan prostitusi berlawanan dengan fitrah.
Apabila ide Ahok direalisasikan, lanjutnya, maka kejahatan yang dipelihara oleh Pemprov DKI akan bertambah. Jika sebelumnya Pemprov DKI mencoba melindungi keberlangsungan industri minuman keras, nantinya Ahok juga dinilai melegalkan prostitusi melalui adanya lokalisasi.