Ahad 26 Apr 2015 02:26 WIB

Setiap Satu Sungai di Kota Indonesia Tercemar

Rep: Niken Paramita/ Red: Karta Raharja Ucu
Pekerja memasang beton di proyek pembangunan drainase Sungai Ciliwung, Jalan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/2).  (foto: Raisan Al Farisi)
Pekerja memasang beton di proyek pembangunan drainase Sungai Ciliwung, Jalan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/2). (foto: Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alam bukan warisan tapi titipan anak cucu, kata Chaeruddin atau yang akrab disapa Babeh Idin.  Pria keturunan asli Betawi ini kesal dengan perilaku manusia modern saat ini yang tak lagi peduli dengan lingkungannya khususnya sungai.

Fenomena tercemarnya sungai rupanya tidak hanya terjadi di Jakarta sebagai kota besar. Hal yang sama menurut Deputi Bidang Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendardo, terjadi di semua kota di Indonesia.

"Belum bisa terwujud perkembangan maju di negara kota, karena setiap satu sungai di semua kota di Indonesia tercemar. Dari Aceh sampai Rote. Susah sekali habitat ekosistem berkembang," kata Imam.

Padahal, menurutnya sungai merupakan awal dari peradaban manusia. Dari sungai manusia mendapatkan air sebagai sumber kehidupan. Di sana juga hidup habibat sekelompok hewan dan tumbuhan sebagai penyokong kehidupan. Perkembangan kota-kota maju di dunia dimulai dari sungai.

"Kita harus akui perkembangan kota di dunia dari Ghuangzou sampai Tigris dibangun dari delta-delta sungai," tambah Imam.

Alih-alih protes, kekesalan Babeh Idin justru dituangkan dengan membersihkan sampah disekitar Kali Pesanggarahan, Karang Tengah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kala itu pada 1991, Babeh Idin mengaku sempat melakukan perjalanan menyusuri sungai dari hulu di Gunung Pangrango hingga ke hilir di kawasan Jakarta Utara. Tujuannya untuk mencari apa penyebab sungainya menjadi tercemar.

Hasilnya diketahui rumah-rumah membelakangi sungai. Sungai dijadikan tempat pembuangan sampah. Dan parahnya manusia menyalahkan sungai ketika bencana tiba.

Babeh Idin lantas membentuk Kelompok Tani Lingkungan Hidup (KTLH) Sangga Buana di Kawasan Hutan Kota untuk membantunya dalam konservasi sungai pada 1998 silam.  "Orang hidup awalnya dari kali. Kali merupakan bagian dari satu peradaban," katanya.

Dalam rangka peringatan Hari Bumi Dunia, Babeh Idin dan KTLH Sangga Buana menggagas kegiatan bertajuk 'Selamatkan Kicauan Bumi'. Selama dua hari, 25-26 April 2015, berbagai kegiatan dibuat. Seperti susur kali, bincang santai, lomba burung kicau, lomba mincing, bazaar dan pameran batu akik, dan pergelaran seni.

Melalui peringatan ini Babeh Idin berharap masyarakat mau menjaga kembali sungai dengan budaya. Sungai sebagai jati diri, bukan tempat sampah. "Dari budaya kita selamatkan bumi," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement