REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Filipina menyeru 10 negara anggota ASEAN untuk bersama mendesak Cina menghentikan reklamasi besar-besarannya di Laut Cina Selatan, Ahad (26/4). Menteri Luar Negeri Filipina, Albert del Rosario mengatakannya dalam pidato menjelang KTT ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia.
''Bukankah ini waktu untuk ASEAN menegur tetangga utara kita bahwa yang dilakukannya salah dan reklamasi masifnya harus segera dihentikan?'' kata Rosario. Ia tak langsung menyebut negara Cina, namun lebih memilih menggunakan alias.
Sengketa wilayah Laut Cina Selatan kembali memanas pasca Cina melakukan reklamasi terumbu karang di wilayah yang juga diklaim beberapa negara. Filipina paling gencar protes dengan mengajukan resolusi pada PBB.
Filipina mengajukan kasus sengketa pada pengadilan arbitrase internasional pada tahun 2013 menantang klaim Cina atas 90 persen wilayah Laut Cina Selatan. Ia juga mendesak ASEAN segera meloloskan kode etik di wilayah tersebut.
Meski demikian, ia tampak pesimis. ''Mungkin reklamasi lebih dahulu selesai sebelum Cina setuju untuk rencana Kode Etik di Laut Cina Selatan,'' katanya sebelum pembukaan resmi KTT ASEAN di Kuala Lumpur pada Senin.
Sekretaris Jenderal ASEAN Le Luong Minh mengatakan bahwa ia telah mendesak ASEAN dan Cina menyimpulkan bersama kode etik awal. ''Dalam kesenjangan yang semakin besar, sangat mendesak untuk ASEAN dan Cina untuk menyimpulkan kode etik,'' katanya.
Aturan tersebut, tambahnya, harus jadi instrumen yang mengikat secara hukum dan memiliki kekuatan untuk mencegah insiden berkelanjutan. Meski demikian, tuan rumah KTT, Malaysia tampak cenderung menghindari kritik untuk Cina.
Malaysia dan Cina adalah mitra dagang yang erat. Hal ini dilihat oleh draft pernyataan yang dikeluarkan Malaysia. Sebagian besar negara ASEAN juga menghindari berkonflik dengan Cina karena alasan hubungan diplomatik dan dagang.
Rosario memperingatkan jika ASEAN gagal menghentikan Cina, maka itu hanya akan membuat negara panda tersebut memiliki kendali de facto penuh atas area sengketa. ''Jika tanah buatan itu diizinkan berdiri, maka Cina akan menegaskan klaimnya atas 85 persen laut,'' tambahnya.
Kepulauan Spratly yang sedang dikerjakan Cina diklaim oleh tiga negara anggota ASEAN, Malaysia Vietnam Filipina dan Brunei. Rosario mendesak kelompok ASEAN untuk berdiri bersama menghadapi Cina.
Menurutnya, reklamasi tersebut terancam memiliterisasi wilayah, melanggar hak-hak negara lain dan merusak lingkungan laut. Ia juga memperingatkan Cina agar patuh pada kode etik agar ketegangan wilayah tak berlanjut.
''Ancaman yang ditimbulkan oleh reklamasi besar-besaran ini nyata dan tidak dapat diabaikan,'' katanya. ASEAN, tambah Rosario, harus menegaskan kepemimpinan, sentralitas dan solidaritasnya dalam masalah ini.