Senin 27 Apr 2015 11:50 WIB

Pegon, Aksara Warisan Ulama Jawa (2-habis)

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Huruf Pegon
Foto: gospelgo
Huruf Pegon

REPUBLIKA.CO.ID,Terlepas dari penggunaan aksara pegon, proses penciptaan aksara ini tak kalah menarik. Aksara pegon memperlihatkan respons kreatif dan dinamis dari para ulama Jawa dalam menerima Islam.

Agama Islam dengan aksara Arab merupakan gelombang budaya kedua yang masuk ke Nusantara setelah agama Hindu-Buddha. Pada masyarakat Jawa pra Islam, sistem aksara yang berkembang adalah aksara Jawa. Setelah masuknya agama Islam, hampir sebagian besar masyarakat di Jawa memeluk Islam.

Konversi keagamaan ini menyebabkan timbulnya keinginan sekaligus kebutuhan untuk mendekatkan diri dengan sumber-sumber ajaran Islam yang sebagian besar ditulis dengan aksara Arab.

Para ulama Jawa akhirnya melakukan sintesis antara aksara Arab dengan bahasa Jawa, yang menjadi aksara pegon. Secara psikologis, aksara ini mendekatkan masyarakat Islam di Jawa dengan pusat makrokosmos dunia Islam, yang tak lain adalah jazirah Arab yang berbahasa Arab.

Untuk mengatasi persoalan fonetis, para ulama menciptakan sejumlah aksara baru dengan cara menambahkan tanda diakritik di atas huruf arab yang telah ada. Hal itu tidak hanya terjadi pada aksara pegon, melainkan pada hampir semua aksara lain yang mengalami islamisasi.

Seperti dijelaskan Sayyid Muhammad Syeed dalam American Journal of Islamic Social Sciences Vol. 3 No. 1, 1986, penyesuaian serupa juga terjadi pada bahasa Urdu, Kurdish, Sindhi, dan Pasthu.

Kini, aksara pegon nyaris tidak dapat lagi dijumpai, kecuali di pesantren-pesantren tradisional dan sejumlah kraton. Menghilangnya penggunaan aksara pegon secara umum disebabkan oleh beberapa faktor, baik teknis maupun ideologis.

Secara teknis, aksara pegon dianggap tidak ekonomis untuk industri percetakan yang sedang berkembang saat itu. Selain itu, terjadi pergeseran tradisi intelektual ulama yang semula menggunakan aksara pegon menjadi aksara latin akibat pengaruh modernisasi.

Berkurangnya minat umat Islam terhadap aksara pegon juga berkaitan dengan dinamika gerakan keislaman saat ini. Sejumlah gerakan atau kelompok umat Islam kurang memberikan perhatian terhadap budaya dan khazanah pemikiran lokal, alih-alih selalu mengacu ke Timur Tengah.

Padahal, naskah-naskah karya ulama Jawa yang ditulis dengan aksara pegon juga memiliki kearifan tersendiri yang penting untuk dipelajari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement