REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Australia mempertanyakan integritas proses hukum di Indonesia yang dijalani kedua warganya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan proses hukum di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara lain.
"Ya tentu itu boleh berpendapat demikian. Tapi masalah dibanyak tempat, ini hukum berbeda-beda. jangan mengukur dengan hukum yang ada di negaranya juga kan," katanya di kantor Wapres, Jakarta, Senin (27/4).
JK menegaskan, keputusan hukuman mati terhadap dua warga asal Australia telah melewati seluruh proses hukum di Indonesia. Sehingga, keputusan menjatuhi hukuman mati tidak diberikan dengan tergesa-gesa.
Wapres pun meminta pembuktian jika memang ada upaya suap terhadap hakim yang menangani kasus dua WNA asal Australia. Kendati demikian, Wapres mengaku belum berkomunikasi secara langsung dengan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop terkait hal ini.
Menurutnya, protes atas hukuman mati tersebut merupakan hal yang wajar dilakukan. Sebab, Indonesia juga menyatakan protesnya untuk membela WNI yang dihukum di negara lain.
"Saudi tetap melaksanakan hukum dia kan, kita melaksanakan hukum kita," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Julie Bishop, sebelumnya, mempertanyakan integritas proses hukum yang dijalani kedua warganya.
"Penyelidikan atas hal ini menjadi tanggung jawab Komisi Yudisial Indonesia dan hal ini menggarisbawahi mengapa kami terus meminta Indonesia untuk mengijinkan Komisi Yudisial menyelesaikan kajian yang dilakukan," jelasnya.
Sementara itu, dikutip dari Sydney Morning Herald, Muhammad Rifan, mantan pengacara duo Bali Nine, mengungkap adanya tindakan korupsi oleh hakim duo Bali Nine. Lanjut dia, hakim pengadilan itu pun meminta lebih dari 130 ribu dolar US agar hanya dikenai hukuman penjara kurang dari 20 tahun.
Namun, hakim kemudian mengatakan kesepakatan tersebut gagal setelah dewan hakim mengaku telah mendapatkan perintah dari anggota senior badan yudisial dan pemerintah di Jakarta untuk menjatuhkan hukuman mati.