REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai langkah yang Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menanyakan kepengurusan sah Partai Golkar yang berhak mengikuti ajang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2015 pada Menkumham adalah salah.
"Jadi tidak tepat kalau KPU bilang mau tanya ke Menkumham. Siapa yang bisa mewakili Golkar dalam pilkada 2015 ini," katanya di Jakarta, Senin (27/4).
Ia menjelaskan, sebab dalam kasus Golkar yang dibawa ke ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) itu, status Kementerian Pimpinan Yassona Laoly itu statusnya adalah tergugat di pengadilan.
Dalam putusan PTUN, lanjut Yusril, telah ada hasil putusan sela yang menyatakan penundaan Surat Keputusan Menteri Kumham yang memenangkan kubu Agung Laksono sebagai pihak yang sah.
"Dengan putusan sela dari PTUN yang menunda pemberlakuan SK Menkumham tentang pengesahan kubu Agung Laksono sebagai pengurus Golkar, maka SK tersebut tidak berlaku," jelasnya.
Dengan penundaan berlakunya SK itu, tambah Yusril, pemerintah jangan mengklaim dulu siapa yang sah dengan secara sepihak sampai putusan akhirnya ada. Jika ada pelanggaran secara sepihak maka keputusan itu bisa ditingkatkan menjadi putusan akhir seperti dalam Undang-Undang PTUN.
"Jika ada cukup bukti bahwa pihak yang terlibat dalam perkara itu tidak menaati putusan sela, maka pengadilan bisa menerapkan pemberlakuan putusan sela sama dengan putusan akhir, sesuai dengan pasal 116 dalam UU PTUN," tandasnya.