REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Joko Sujono menilai Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono, hanya bersifat deklaratif.
Saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan sengketa kepengurusan Partai Golkar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Joko mengatakan Menkumham hanya memberikan status hukum, tanpa memerintahkan apa-apa lagi.
"SK Menkumham itu hanya memberi status hukum, tanpa ada perintah apa-apa. Namun adanya putusan selah yang menunda pelaksanaan SK tersebut, agak mengganggu," jelas Joko, dalam sidang di PTUN, Jakarta, Senin (27/4).
Karena ini putusan pemberian status hukum, tambahnya, tidak akan ada pelaksanaan apa-apa lagi dari putusan tersebut. Ia menjelaskan, dalam polemik Golkar, Menkumham hanya menjalankan kewajiban, bukan menggunakan wewenangnya.
"Ini sessuai dengan ketentuan pasal 7 dan 6 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Dalam kasus ini (Golkar), Menkumham hanya menjalankan kewajibannya, dan dia tidak dimungkinkan melakukan yang lain," jelasnya.
Dalam persidangan, Joko juga mengatakan Menkumham akan melanggar aturan jika tidak mengesahkan salah satu kubu yang berpolemik. Karena hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) No 2 tahun 2008 tentang partai politik.
Dalam UU tersebut diterangkan jika ada kepengursan baru partai politik, Menkumham, paling lambat memiliki waktu untuk menerima persyaratan administrasi dan mengesahkan partai tersebut.
"Jadi jika menteri tidak mengambil keputusan sesuai dengan UU tersebut, jelas menteri melanggar kewajibannya," tandasnya.