REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli saraf di Karolinska Institute di Swedia, Arvid Guterstam memberikan orang ilusi bahwa seluruh tubuh mereka telah menghilang dari pandangan orang lain. Ilusi itu secara dramatis akan mengurangi kecemasan sosial orang tersebut.
Seperti dilansir Huffingtonpost pada Senin (27/4), penelitian ini melibatkan 125 pria dan wanita yang diberikan headset virtual reality. Dalam headset itu, para peserta ditunjukkan video langsung dari sepasang kamera yang mengarah ke lantai. Ketika mereka melihat ke bawah, mereka melihat ruang kosong, di mana mereka berharap berada di sana.
Kemudian, peneliti menusuk peserta dengan kuas besar, sementara tangannya yang lain menusuk tempat di ruang kosong. Hal itu dilakukan secara bersamaan terhadap kamera yang digunakan peserta dengan kamera kosong (seperti yang ada di foto). Beberapa waktu kemudian, peneliti hanya menusuk kuas di tempat kamera kosong. Hasilnya, peserta merasakan sensasi bahwa mereka ada di sana dalam keadaan tidak terlihat.
"Dalam waktu kurang dari satu menit, mayoritas peserta mulai mentransfer sensasi sentuhan ke bagian ruang kosong di mana mereka melihat langkah kuas dan mengalami tubuh mereka ada di tempat yang kosong itu," kata mahasiswa PhD di Institute dan penulis utama studi tersebut.
Untuk membuktikan bahwa ilusi telah bekerja, peneliti menggantikan kuas dengan pisau. Mereka menemukan bahwa peserta berkeringat karena mereka merasa terancam oleh pisau itu, padahal mereka tidak berada di ruang itu.
Penelitian ini sebenarnya ingin membuat orang yang deman panggung atau tidak nyaman dengan tekanan bisa mengendalikan dirinya agar tidak gugup.
Tahap berikutnya adalah bagaimana menentukan peserta merasa tidak terlihat di depan umum. Para peneliti membuat peserta berdiri di depan banyak orang sambil mengukur detak jantung mereka dan bertanya bagaimana tekanan yang mereka rasakan. Setengah dari peserta merasakan tubuh mereka seperti dalam headset. "Apa yang terjadi? Tak terlihat," kata Guterstam.
Menurut penelitian, orang yang merasa tidak terlihat orang lain memiliki detak jantung yang lebih rendah dan tak terlalu cemas ketika melakukan sebuah kesalahan. "Memiliki tubuh tak terlihat tampaknya memiliki efek mengurangi stres ketika mengalami situasi yang menantang secara sosial," kata Guterstam.
Namun, hal ini akan berbahaya jika dilakukan untuk sesuatu yang jahat. Karena itu, para peneliti berencana untuk menggunakan pencitraan otak untuk mempelajari apa yang terjadi ketika ilusi ini terjadi. Ini untuk melihat apakah ilusi menembus batas ini akan mempengaruhi moral seseorang.
Seperti diketahui, Plato pada tahun 360 Sebelum Masehi mempertanyakan apakah manusia adil secara bawaannya, atau bertindak secara moral sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Dalam sebuah kisah, seorang gembala bernama Gyges menemukan sebuah cincin yang akhinya membuatnya menghilang. Segera setelah itu, Gyges menyelinap ke Keraton Kerajaan, menggoda ratu, dan akhirnya pembunuhan raja.
Dengan demikian, Plato menyimpulkan bahwa seseorang tidak akan berhenti melakukan apa pun, baik itu mencuri maupun membunuh, ketika dia merasa nyaman karena tidak diketahui oleh orang lain.