REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi diminta tidak malu mengakui kelemahan dalam tata pemerintahan saat ini. Pasalnya, masyarakat membutuhkan kejelasan konfirmasi terkait beberapa kelalaian presiden.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti mengungkapkan, beberapa kelemahan dan kelalaian presiden merupakan bahan evaluasi bagi pemerintah ke depannya.
“Jika Presiden lupa itu wajar. Namun, jangan sampai terus lalai sehingga soal DP mobil dinas dan utang luar negeri menjadi pro dan kontra. Jika memang ada kelemahan dalam pemerintahan, sebaiknya presiden tidak ragu mengakuinya,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (29/4).
Menurut dia, beberapa kelalaian presiden menunjukkan adanya ketidakberesan dalam tata pemerintahan. Sebaiknya, lanjut ikrar, presiden tidak menutupi kekurangan itu. “Akui saja apakah tata pemerintahan sudah beres atau belum. Publik yang akan mengkritisi. Jika kelalaian terus terjadi tanpa penjelasan, justru bisa menjadi multitafsir bagi publik,” imbuhnya.
Seperti diketahui, terjadi perbedaan pendapat antara SBY dengan Jokowi mengenai utang luar negeri. Jokowi menyebutkan utang Indonesia kepada IMF sebesar 2,79 miliar dolar AS. SBY kemudian mengoreksinya karena Indonesia tidak lagi memiliki utang kepada IMF sejak 2006.
Sebelumnya, Jokowi juga dikritik saat lalai dalam menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang tunjangan uang muka mobil pejabat. Jokowi mengatakan, saat tanda tangan, tidak secara detail membaca draf Perpres tersebut. Akhirnya, Perpres itu dibatalkannya sendiri.