Rabu 29 Apr 2015 18:41 WIB

Presiden Diminta Segera Rapikan Agenda Pemerintahan

Rep: C36/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Joko Widodo menyampaikan pengarahan saat penyerahan Kartu Indonesia Sehat sebagai tanda kepesertaan Jaminan Kesehatan (JKN) bagi pekerja di PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (28/4).   (ANTARA/Sigid Kurniawan)
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo menyampaikan pengarahan saat penyerahan Kartu Indonesia Sehat sebagai tanda kepesertaan Jaminan Kesehatan (JKN) bagi pekerja di PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (28/4). (ANTARA/Sigid Kurniawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagyo, mengatakan kondisi pembahasan agenda pemerintahan saat ini terlalu fleksibel. Kondisi ini mesti dirapikan untuk menghindari salah pengertian presiden.

“Jika dibandingkan pemerintahan sebelumnya, jelas sekali perbedaannya. Pada pemerintahan SBY,  agenda pemerintahan terjadwal rapi. Sebaliknya, saat ini pemerintahan terlalu luwes. Akibatnya, pembahasan agenda pemerintahan kurang maksimal,” terangya saat dihubungi ROL, Rabu (29/4) sore.

Agus menduga, kurang maksimalnya pembahasan berdampak langsung terhadap pemahaman presiden. Akibatnya, presiden sering salah pengertian saat menyampaikan program di hadapan publik.

“Yang saya lihat, saat ini tak ada agenda yang jelas saat presiden membahas program bersama bawahan-bawahannya. Jika begitu, banyak informasi dan data penting yang semestinya dibicarakan menjadi urung dibahas. Sebaiknya presiden segera merapikan agenda pemerintahannya,” ungkap Agus lebih lanjut.

Agus menambahkan, keuntungan lain merapikan agenda pemerintahan adalah membiasakan para menteri untuk selalu siaga menyiapkan berbagai informasi penting.

Seperti diketahui, terjadi perbedaan pendapat antara SBY dengan Jokowi mengenai utang luar negeri. Jokowi menyebutkan utang Indonesia kepada IMF sebesar 2,79 miliar dollar AS. SBY kemudian melontarkan ralat dengan menyatakan Indonesia tidak lagi memiliki utang kepada IMF sejak 2006.

Sebelumnya, Jokowi juga dikritik saat lalai dalam menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang tunjangan uang muka mobil pejabat. Jokowi mengatakan saat tanda tangan, tidak secara detail membaca draf Perpres tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement