REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Keputusan sebuah sekolah di Prancis yang melarang siswa Muslim mengenakan rok panjang telah memicu protes di kalangan komunitas Muslim.
Kepala sekolah bersikeras model pakaian tersebut terlalu mencolok di tengah publik.
"Rok itu tidak ada yang istimewa, sangat sederhana, tidak ada yang mencolok. Tidak ada tanda agama apapun," ucap salah seorang siswi, Sarah, kepada AFP seperti dilansir dari onislam.net, Kamis (30/4).
Sarah telah dilarang masuk kelas sebanyak dua kali selama bulan ini. Kepala sekolah beralasan rok panjangnya menunjukkan afiliasi keagamaan.
"Gadis itu tidak dikecualikan, ia diminta datang kembali dengan pakaian netral. Tapi tampaknya, ayahnya sendiri tidak ingin siswa itu kembali ke sekolah," kata pejabat pendidikan setempat Patrice Dutot.
Menurut pejabat itu, Sarah wajib melepas jilbab sebelum memasuki lingkungan sekolah di kota utara-timur Charleville-Mezieres.
Keputusan sekolah telah memicu kemarahan di kalangan Prancis, dengan hashtag #JePorteMaJupeCommeJeVeux, yang berarti "I wear my skirt as I please". Hastag ini langsung menjadi tren sejak diluncurkan.
"Jika itu dikenakan oleh orang kulit putih, itu hippy chick, jika seorang Muslim, menjadi mencolok," kicau salah seorang pengguna Twitter.
Di sisi lain, dinas pendidikan setempat mendukung keputusan sekolah. Mereka mengatakan jika pakaian bisa menjadi bagian dari provokasi. Mereka juga menegaskan bahwa kerangka sekuler dalam pendidikan harus tetap dijamin.
Kasus ini bukan yang pertama di Prancis. Berdasarkan pantauan The CCIF Islamophobia, tahun lalu sekitar 130 mahasiswa dilarang masuk kelas akibat pakaian muslim mereka.
Prancis adalah rumah bagi komunitas Muslim terbesar di Eropa, hampir 6 juta orang. Muslim Prancis telah mengeluh pembatasan melakukan praktik agama mereka.
Pada tahun 2004, Prancis melarang Muslim mengenakan jilbab di tempat-tempat umum. Beberapa negara Eropa mengikuti contoh Prancis. Negeri Menara Eiffel ini juga melarang pemakaian cadar di depan umum pada tahun 2011.