Kamis 30 Apr 2015 11:10 WIB

Muslim Thailand Menuju Jalan Kebebasan (2)

Rep: c 08/ Red: Indah Wulandari
Muslim Thailand protes pada pemerintah Thailand
Foto: nationmultimedia
Muslim Thailand protes pada pemerintah Thailand

REPUBLIKA.CO.ID,Dalam beberapa dekade, upaya penyatuan kaum Muslim Melayu dengan budaya dominan Thailand terus diupayakan oleh pemerintah. Namun, upaya besar-besaran dilakukan pada tahun 1940 saat pemerintahan Thailand dikuasai oleh partai nasionalis pimpinan Pibul Songkhram.

Pihak partai nasionalis memaksa orang Melayu untuk menanggalkan identitas mereka sebagai Melayu dan Muslim agar bersatu di bawah pemerintahan Thailand.

Tidak hanya itu, Muslim Melayu juga dicegah untuk mengenakan pakaian tradisional melayu denga  penutup kepada yang khas atau kerudung. Bahkan mereka juga dilarang untuk berbicara dengan logat Melayu.

Agar tidak membuat perbedaan mencolok seperti sebelumnya, pemerintah juga meminta mayarakat Muslim Melayu untuk  mengadopsi nama Thai. Akses mereka untuk belajar agama Islam pun juga ditutup oleh pemerintah dan memaksa mereka untuk masuk agama Buddha.

 

Pemerintah juga menghapuskan pengadilan Islam untuk menangani urusan keluarga Muslim. Seluruh mahasiswa Muslim di Thailand juga diharuskan memberikan penghormatan kepada gambar Buddha di sekolah-sekolah umum.

Bila ada yang menolak untuk mematuhi kebijakan ini maka akan ditangkap dan diberi hukuman. Bahkan tak jarang berujung kepada penyiksaan. Kondisi ini tentu semakin memperburuk hubungan pemerintahan dengan kelompok Melayu Muslim yang berdomisili di wilayah selatan.

Meskipun kemudian pemerintah melunak dengan mencabut segala aturan yang menyulitkan umat Islam di Thailand, akan tetapi sejarawan Asia Tenggara asal Singapura Michael Vatikiotis menilai bahwa ada jarak yang jauh antara pemerintah dengan kaum Muslim Melayu Thailand.

Onislam.net menulis, saat dipimpin oleh PM Thaksin Sinawatra pun, upaya berdamai dengan Muslim Melayu pun urung terlaksana. Thaksin mencoba untuk memfasilitas pelajar dari selatan dalam bentuk beasiswa pendidikan.

Namun, Muslim Melayu bersikap untuk tidak menerima niatan dari Thaksin. Sebab, mereka menilai Thaksin hanya mencoba melakukan investasi agar kelak keturunan mereka memiliki hutang budi kepada pemerintahan.

Di tengah upaya yang dilakukan oleh PM Thaksin, warga Bangkok justru semakin cenderung melihat stigma negatif kepada penduduk selatan. Mereka melabeli kelompok selatan sebagai pelaku krimimal yang berlindung di balik agama.

Dengan propaganda itulah, pemerintah yang dikendalikan dari Bangkok berulang kali melakukan operasi militer untuk menopang upaya pemerintah.

Karena pemerintahan didominasi oleh etnis Thai dan agama Buddha, semakin kurangnya upaya integrasi melalui diplomasi untuk menempuh jalur perdamaian dengan kaum Muslim Melayu.

Sementara kalangan Muslim Melayu juga semakin gencar menuntut agar pemerintahan Thailand untuk mengakui otonomi Muslim Melayu agar mereka dapat memerintah dan membuat kebijakan yang mengatur kehidupan mereka sendiri.

Muslim Melayu meyakini dengan diberlakukannya otonomi khusus terhadap mereka, kaum Muslim Melayu diyakini dapat mengembangkan taraf hidup mereka karena selama ini mereka merasa tidak memperoleh pengayoman yang sama dengan penduduk dan penganut agama mayoritas di Thailand.

Mereka pun selalu menyuarakan agar pemerintah tidak melulu melakukan gertakan melalui aksi milter. Menurut mereka, dalam kondisi yang heterogen ini, pemerintah sebagai pihak yang menaungi semua warga yang berdomisili di Thailand harus mendambakan budaya saling menghormati dengan apa yang dianut dan duipercayai orang lain.

Meski berkali-kali diupayakan berdamai, namun konflik ini tetap saja terjadi di Thailand. Dengan berbagai macam hal sebagai pemicu, kejadian persinggungan antara pemerintah dengan Muslim Melayu di Thailand masih saja muncul ke permukaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement