REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengatakan para hakim harus berhati-hati menjatuhkan vonis hukuman mati untuk kasus kejahatan luar biasa.
"Hakim harus seratus kali berhati-hati untuk menjatuhkan hukuman mati," kata dia saat menghadiri pelatihan jurnalistik di Kota Bengkulu, Kamis (30/4).
Ketua Dewan Pers ini mengatakan beberapa negara sudah menghapus hukuman mati, termasuk negara Belanda sejak abad 19 sudah menghapuskan hukuman mati dalam hukum pidananya.
Untuk Indonesia, ia menilai vonis mati masih dibutuhkan untuk menghukum kejahatan yang luar biasa seperti pembunuhan massal dan lainnya.
"Belanda yang mewariskan KUHP pun sudah menghapus hukuman mati, tapi saya menilai Indonesia masih butuh," ujarnya.
Namun dalam penerapannya, kata dia, para hakim harus berhati-hati sebab dalam sistem hukum dikenal ungkapan bahwa lebih baik membebaskan orang bersalah daripada menghukum orang yang tidak bersalah. Terutama bagi hakim yang ragu-ragu, tambah dia, seharusnya tidak menjatuhkan hukuman yang maksimum kepada pelaku kejahatan.
Terkait vonis mati terhadap pelaku kejahatan pengedar narkoba, menurut Bagir, juga harus mengedapankan prinsip kehati-hatian.
"Seperti kasus Mary Jane asal Filipina, ada informasi beredar bahwa yang bersangkutan pernah diperiksa tanpa didampingi penasihat hukum dan penerjemah. Ini sangat fatal dalam sistem peradilan," ucapnya.
Bila informasi tersebut benar terjadi, menurut Bagir, akan mempertaruhkan kredibilitas penegakan hukum di Indonesia. Karena itu, ia mengimbau para hakim yang ragu-ragu terhadap suatu kasus agar tidak menjatuhkan vonis maksimum yaitu hukuman mati.
"Saya pribadi saat masih menjadi hakim, paling berat menjatuhkan vonis seumur hidup," katanya.