REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia dijadwalkan akan membahas mengenai janji kampanye yang tidak ditepati oleh pemimpin pada forum ijtima atau pertemuan akbar ulama se-Indonesia pada Juni nanti. MUI menganggap sebuah janji merupakan amanah yang haris dijalankan.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Suhud mengatakan, siapapun calon pemimpin harus hati-hati memberikan janji pada masa kampanye. Sebab, janji itu akan menjadi hutang harus dibayar.
“Janjinya tidak boleh untuk main-main. Janji untuk ditepati. Kata Nabi SAW, Al wa’du dainun. Janji adalah hutang,” kata Marsudi kepada Republika, Jumat (1/5).
PBNU, kata Marsudi, mengingatkan kepada siapa pun, baik itu pemimpin dan calon pemimpin yang hendak memberi janji haruslah memikirkan lebih matang dahulu. Apakah hal yang akan dijanjikan itu mampu diwujudkan atau tidak.
Ia juga mengingatkan akan pentingnya untuk mengucapkan kata Insyaallah debelum memberikan janji kepada masyarakat. Sebab, kata Insyaallah akan membuat seseorang tersebut berlindung kepada Allah atas hal apa yang ingin ia capai.
“Makanya di situ pentingnya kalimat Insyaallah sebelum berjanji. Jangan asal-asal diumbar saja,” ucap Marsudi.
Seperti diketahui, pada ijtima ulama se-Indonesia yang akan dilaksanakan di Tegal nanti, tema yang diangkat MUI adalah ‘bagaimana kalau ulil amri tidak menepati janji. MUI menilai perlunya untuk mengkaji apakah janji pada saat kampanye itu mengikat atau tidak dalam konteks kepemimpinan.
MUI akan menentukan seorang calon pemimpin yang banyak memberikan janji, namun tidak mampu menepatinya dapat digolongkan sebagai pengkhianat atau tidak. Serta MUI akan menetukan apakah perlu bagi masyarakat untuk menaati pemimpin yang tidak amanah terhadap janji-janji perubahan yang mereka umbar.