REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Muhammad Ismail Yusanto menyebut HTI mendukung Majelis Ulama Indonesia yang akan melakukan pengkajian hukum bagi pemimpin yang tidak melaksanakan janji-janji yang diumbar saat masa kampanye. Sebab, menurut Ismail, merealisasikan janji juga menjadi tolak ukur apakah pemimpin tersebut tergolong kepada orang yang beriman atau tidak.
“Sertiap janji itu harus ditepati, salah satu ciri orang yang bertaqwa dan beriman itu adalah orang yang menepati janji. Ini sesuai dengan ketentuan syariah,” kata Ismail kepada Republika, Jumat (1/5).
Kondisi yang marak terjadi saat ini, kata Ismail justru lebih parah. Para pemimpin yang dipilih oleh rakyat dinilainya tidak hanya ingkar terhadap janji-janji kampanye, namun juga tidak menunaikan kewajiban yang harus dilaksanakan layaknya sebabai seorang pemimpin.
Selain harus menaati janji, para pemimpin sesuai syariat haruslah menunaikan kewajiban untuk amanah, tidak melanggar aturan agama, tidak zalim dan tidak melakukan perbuatan-perbatan tercela seperti korupsi dan manipulasi. Namun, kenyataannya banyak sekali pemimpin yang hanya untuk ambisi kekuasaan dan kekayaan untuk pribadi dan kelompok.
“Hal-hal yang wajib dilaksanakan saja mereka tidak laksanakan, apalagi janji-janji yang sekian banyak itu,” ucap Ismail.
Dalam Islam, memang para pemimpin di masyarakat disebut sebagai ulil amri. Akan tetapi bila tidak menaati ketentuan yang harus dilakukan sebagai seorang pemimpin, maka predikat ulil amri pun tidak akan pantas untuk disematkan kepada pemimpin tersebut. Dalam agama, kata Ismail, rakyat tidak lah perlu untuk tunduk kepada pemimpin yang bukan golongan ulil amri.
“Ulil amri itu berada di kalangan orang beriman, dan meujudkan keimanan itu dalam kepemimpinan. Ia harus amar makruf nahi mungkar, bila tidak lakukan itu, maka predikat ulil amri itu tidak layak untuk disandang. Maka kita tidak layak untuk ditaati,” ujarnya.