REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedatangan lima tokoh delegasi Muslim Amerika Serikat ke Indonesia memunculkan harapan adanya kerja sama keagamaan dan budaya yang lebih erat.
"Kita bisa memfasilitasi orang Amerika datang ke Indonesia. Karena begitu mereka datang ke Indonesia mereka takjub. Karena Islam di Indonesia ini mengayomi minoritas," ujar Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid, Kamis (30/4).
Bentuk konkret kerja sama yang menurutnya bisa dilakukan antara Indonesia dan AS dalam hal keagamaan dan kultural, yakni pertukaran imam. Pertukaran imam juga dimaksudkan untuk memperlihatkan kepada publik AS bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang toleran dan damai.
Lebih jauh, ia berharap dengan adanya komunikasi intens antara Amerika dan Indonesia dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah negara adidaya. Terutama kebijakan terhadap warga Muslim Amerika serta menepis sikap islamofobia.
Yenny menilai kunjungan delegasi muslim AS bagus sekali karena kedua negara bisa saling belajar. Menurutnya, saat ini muslim dunia menghadapi tantangan yang berbeda tergantung lokasi tempat tinggal dan perbedaan kultur sosial.
"Saya rasa muslim di Indonesia bisa belajar bagaimana rasanya menjadi minoritas di negara lain," ujar Yenny.
Ia mengatakan, muslim di AS saat ini masih menjadi kelompok minoritas. Bahkan, mereka pernah menjadi korban intimidasi. Sebab, ada kelompok garis keras di AS yang menganggap Islam identik dengan terorisme dan kekerasan sehingga mereka membalas. "Kita harus selalu mengedepankan wajah Islam yang ramah, bukan wajah Islam yang marah," ujarnya.