REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti hukum Indonesia Legal Roundtale (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan terkait dimungkinkannya Peninjauan Kembali (PK) vonis mati terpidana narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso, Mahkamah Agung (MA) tidak boleh membangkang konstitusi.
Karena, tembahnya, MA pernah mengeluarkan surat edaran yang menerangkan PK hanya boleh dilakukan satu kali. "Namun surat edaran itu sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Jadi PK bisa dilakukan berkali-kali selama ada novum atau bukti baru yang bisa menggugurkan vonis," jelas Erwin pada Republika, Senin (4/5).
Erwin menambahkan evaluasi vonis mati Mary Jane bisa dilakukan jika bukti baru yang terungkap di persidangan Filipina cukup kuat. "Misalnya ada argumen jika Mary Jane hanya kurir dan korban perdaganagan manusia," tambahnya.
Dia juga menyarankan agar pemerintah Indonesia menunggu persidangan di Filipina selesai dulu. "Jika kita tidak ingin dianggap terbelakang dan menegakkan hukum secara sewenang-wenang," ungkap Erwin.
Sebelumnya, eksekusi mati Mary Jane Veloso ditunda karena Maria Kristin Sergio, orang yang diduga menjual Mary Jane, menyerahkan diri pada kepolisian Filipina. Maria Kristina Sergio diduga sebagai perekrut Mary Jane untuk menyelundupkan heroin ke Indonesia. Dia juga didakwa melakukan rekrutmen ilegal.
Sergio mengaku penyerahan dirinya dikarenakan mendapatkan ancaman pembunuhan dari nomor tak dikenal dalam telepon selulernya. Orang tua Mary Jane pun disebut juga mengancam lewat Facebook.