Senin 04 May 2015 14:15 WIB

Pakar Hukum UI: Penangkapan Novel Baswedan Bukan Kriminalisasi

Rep: C93/ Red: Erik Purnama Putra
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul.
Foto: Twitter
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul menilai, penangkapan penyidik KPK Novel Baswedan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tidak bisa dikategorikan kriminalisasi. Pasalnya, apa yang dilakukan Bareskrim sudah sesuai dengan prosedur.

 

Menurut dia, yang dinamakan kriminalisasi itu ketika orang tidak bersalah, tetapi dicari-cari kesalahannya atau atau rekayasa. Tapi, penangkapan yang dilakukan Bareskrim terhadap Novel itu memiliki dasar.

 

“Malahan ini dekriminalisasi, yaitu orang bersalah yang mestinya ia dihukum, tapi karena memiliki posisi jadi gak dihukum. Kan gak boleh gitu,” katanya kepada Republika, Senin (04/05).

 

Ketika ditanya permasalahan ini kental dengan unsur politisasi menurutnya hal tersebut memang benar adanya dan tidak bisa dihindarkan. Mengingat kedua lembaga penegak hukum tersebut mempunyai jabatan yang penting.

 

“Tapi kalau diartikan politik praktis untuk kepentingan perorangan dan golongan, itu sama sekali gak,” tambah Chudry.

 

Tetapi, menurutnya, tidak perlu banyak berpolemik dalam permasalahan itu. Kalau memang Novel merasa tidak bersalah, bawa saja langsung kasus tersebut ke pengadilan lewat jalur praperadilan atau apapun untuk membuktikan ketidakbersalahannya tersebut.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Novel Baswedan ditangkap oleh Bareskrim. Penangkapan tersebut berkaitan dengan kasus dugaaan penganiayaan yang melibatkan Novel Baswedan yang terjadi pada 2004 saat Novel masih bertugas di Polres Kota Bengkulu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement