REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengungkapkan, wajar saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saling mencari kesalahan. Sebab, lanjut dia, ini merupakan konsekuensi ada lebih dari satu aparat hukum yang bisa menangani korupsi.
“Padahal, mestinya kedua lembaga ini saling mengisi dan bersinergi. Tetapi, pada kenyataannya malah saling konflik dan saling serang,” katanya kepada Republika, Senin (04/05).
Chudry memaparkan, harus dipikirkan lagi ketatanegaraan Indonesia yang telah membuat lebih dari satu instansi penegak hukum. Tetapi, lanjut dia, penangkapan Novel Baswedan yang dilakukan Bareskrim terbilang biasa saja dan tidak perlu menimbulkan konflik.
“Itu kan biasa saja, saat anggota polri melanggar hukum ya diproses, begitu pun saat KPK yang melanggar hukum. Keduanya kan punya kewenangan,” ungkap dia.
Dalam politik praktis, kata dia, bisa saja menimbulkan konflik. Tetapi, di mata hukum, itu bukan konflik melainkan masing-masing yang melaksanakan tugas dan fungsinya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tim Bareskrim menjemput Novel Baswedan dari rumahnya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat 1 Mei 2015. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang kini berstatus tersangka kasus dugaan penganiayaan
Kasus Novel bermula saat ia menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kota Bengkulu pada 2004. Novel yang masih berpangkat Iptu diduga menembak pencuri sarang walet.