Selasa 05 May 2015 10:47 WIB

Keringanan Hukuman Mary Jane Tergantung Diplomasi Filipina

Sejumlah perwakilan Kedutaan Besar Filipina keluar dari lapas usai menjenguk warga negara Filipina terpidana mati kasus penyelundupan narkoba jenis heroin, Mary Jane Fiesta Veloso di Lapas Wirogunan, Yogyakarta, Selasa (31/3).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Sejumlah perwakilan Kedutaan Besar Filipina keluar dari lapas usai menjenguk warga negara Filipina terpidana mati kasus penyelundupan narkoba jenis heroin, Mary Jane Fiesta Veloso di Lapas Wirogunan, Yogyakarta, Selasa (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan meskipun ada temuan baru dalam pengadilan di negara asalnya, tetapi keringanan hukuman bagi Mary Jane Fiesta Veloso tetap bergabung pada diplomasi antara Indonesia dengan Filipina.

"Putusan pengadilan Filipina tidak bisa menjadi temuan baru atau novum bagi Mary Jane untuk mengajukan peninjauan kembali atau PK ke Mahkamah Agung," kata Bonar Tigor Naipospos dihubungi di Jakarta, Selasa (5/5).

Bonar mengatakan meskipun Indonesia dan Filipina sama-sama menjadi anggota ASEAN dan menandatangani perjanjian ekstradisi, tetapi tidak ada aturan hukum dan tata cara antara sesama anggota apabila ada objek hukum yang sama.

Menurut Bonar, selama ini juga tidak ada yurisprudensi temuan dalam pengadilan di suatu negara bisa dijadikan temuan untuk pengadilan yang berlangsung di negara lain, meskipun kejahatan dilakukan bersama atau objek perkaranya sama.

"Apalagi, masing-masing negara ASEAN berprinsip untuk tidak mencampuri urusan masing-masing negara. Belum lagi akan ada pendapat kedaulatan hukum domestik harus dijunjung tinggi," tuturnya.

Itulah sebabnya, kata Bonar, Jaksa Agung menyatakan eksekusi mati terhadap Mary Jane hanya ditunda, bukan dibatalkan. Meskipun pengadilan Filipina menemukan fakta Mary Jane menjadi korban "trafficking" atau diperdaya, hal itu tidak bisa dijadikan novum untuk mengajukan PK.

"Apalagi, telah ada surat edaran MA yang membatasi PK hanya satu kali untuk jenis kejahatan tertentu," ujarnya.

Di sisi lain, Bonar mengatakan isu hukuman mati berpotensi mengganggu integrasi di kalangan negara dan masyarakat ASEAN di kemudian hari. Pasalnya, sejumlah negara ASEAN seperti Filipina, Thailand, Kamboja dan Laos telah menghapus hukuman mati dari seluruh perundangannya, sedangkan Myanmar melakukan moratorium.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement