REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global. Selain itu, kebijakan pemerintah yang dibuat di dalam negeri juga menyebabkan seluruh sektor industri mengalami tren negatif.
"Misalnya saja soal larangan rapat di hotel, membuat pendapatan di sektor perhotelan langsung drop, belum lagi kebijakan mengenai moratorium penangkapan ikan," kata Hariyadi di Jakarta, Selasa (5/5).
Hariyadi khawatir, apabila pemerintah tidak bijak, maka kondisi ini akan berlanjut sehingga menyulitkan sektor usaha dan diperkirakan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen akan sulit tercapai. Menurutnya, dalam jangka pendek pemerintah harus segera mengekeskusi belanja negara untuk meredam pertumbuhan ekonomi tidak merosot tajam.
Selain itu, pemerintah harus mendorong upaya peningkatan ekspor, salah satunya yakni melalui restitusi pajak kepada para eksportir yang selama ini masih tertahan. Pengamanan pasar dalam negeri juga mendesak dilakukan. Hal itu untuk menekan masuknya barang impor dan usaha lokal bisa memiliki pangsa pasar tersendiri.
"Pengamanan pasar dalam negeri bisa melalui SNI, kan percuma kalau ada barang produksi lokal tapi enggak bisa jualan di negeri sendiri," kata Hariyadi.
Permasalahan di sektor pangan juga harus ditangani secara serius. Hariyadi menilai, sektor pangan di Indonesia mengalami anomali. Pasalnya, stok beras di dalam negeri mencukupi untuk kebutuhan pangan masyarakat. Namun, harga di pasaran tak kunjung turun. Hal ini akan berakibat turunnya daya beli masyarakat.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto mengatakan, pemerintah perlu memperbaiki sektor riil dengan membuat kebijakan jangka pendek dan menengah. Selama ini, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah masih kurang pas, seperti kenaikan pajak.