REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI berencana untuk melakukan revisi terbatas pada Undang-Undang Pilkada setelah reses berakhir. Revisi UU Pilkada ini untuk memasukkan klausul pasal soal partai politik yang berkonflik. Hal ini untuk memberi landasan hukum pada KPU atas rekomendasi panja PKPU komisi II tentang penggunaan putusan pengadilan terkini.
Politisi PDIP, Masinton Pasaribu mengatakan, revisi terbatas pada UU Pilkada ini jangan hanya untuk mengakomodir kepentingan yang berkonflik. Jangan sampai, DPR melakukan revisi UU karena ada tekanan. Harusnya, revisi UU dilakukan atas dasar pertimbangan kondisi aktual.
"Revisi jangan ada karena tekanan tapi sesuaikan dengan kondisi obyektifnya apalagi mengakomodir partai berkonflik," katanya di kompleks Parlemen, Selasa (5/5).
Dalam revisi terbatas UU Pilkada, akan memasukkan klausul tambahan pasal untuk Parpol yang sedang berkonflik. Sebab, dua Parpol, PPP dan Golkar terancam tidak dapat mengikuti Pilkada karena KPU tidak akan menerima pendaftaran Parpol yang tengah berkonflik.
Sebab, KPU hanya menerima kepengurusan yang sah berdasarkan putusan pengadilan yang inkrah. Padahal, dalam rekomendasi Panja PKPU Komisi II, kalau sengketa Parpol belum menemui putusan inkrah, maka dasar yang harus dipakai KPU adalah hasil putusan pengadilan terakhir.
Rekomendasi inilah yang tidak dapat dilakukan oleh KPU. Sebab, putusan terakhir atau terkini belum menjadi putusan inkrah karena masih ada upaya hukum selanjutnya. Menurutnya, hal inilah yang disebut hanya mengakomodir parpol yang berkonflik. Padahal, untuk merevisi UU, perlu mekanisme dan untuk menanggapi kondisi kekinian.
"Peraturan dan UU kan dibuat untuk menjawab tantangan kedepan, jadi saya beranggapan peraturan dalam rancangan UU apapun bukan karena mengakomodir apapun," tegasnya.