Selasa 05 May 2015 18:44 WIB

Prancis dan Saudi Minta Iran tak Ganggu Perdamaian Kawasan

Rep: Gita Amanda/ Red: Agung Sasongko
Konflik Yaman melibatkan koalisi pasukan Arab Saudi melawan Iran.
Foto: Farsnews.com
Konflik Yaman melibatkan koalisi pasukan Arab Saudi melawan Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Prancis dan Arab Saudi percaya kesepakatan nuklir Iran di masa depan jangan sampai mengguncang kawasan atau mengancam negara tetangga Iran. Kedua negara menyampaikan hal itu menjelang pertemuan puncak di Riyadh, pada Selasa (5/5).

Arab Saudi mengundang Presiden Prancis Francois Hollande ke Riyadh pada Senin (4/5). Keduanya membahas isu-isu regional termasuk kekhawatiran bahwa, pemulihan hubungan dengan Teheran dapat menyebabkan ketidakstabilan di wilayah tersebut.

Hollande bertemu dengan Raja Saudi Salman bin Abdulaziz selama satu jam setelah makan malam, di istana pribadinya. Hollande menegaskan perlunya mencapai kesepakatan yang kuat, tak terbantahkan dan mengikat terhadap Iran. Keduanya juga membahas peran Iran di Yaman dan Suriah serta menegaskan tak adanya masa depan bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Pembicaraan rencananya akan dilanjutkan dengan pertemuan Hollande denan para pemimpin Dewan Kerjasama Teluk (GCC). Dalam kunjungannya pada Senin, Hollande juga bertemu dengan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi.

"Mereka memiliki kekhawatiran nyata, bahwa saat sanksi diangkat Iran akan mampu melebarkan kekuasaannya di seluruh wilayah," kata salah seorang diplomat senior Prancis.

Sebelum kunjungan ke Riyadh, Hollande juga melakukan kunjungan ke Qatar. Kunjungan ke dua negara Teluk tersebut dilakukan dalam upaya memperkuat hubungan politik dan bisnis dengan negara-negara Teluk kaya enerdi.

Untuk kunjungan Hollande ke Qatar, inti kunjungan merupakan penandatanganan kesepakatan penjualan 24 jet tempur Rafale senilai 7 miliar dolar. Kesepakatan diumumkan pada Kamis (30/4) lalu, membuat Qatar menjadi pembeli luar negeri ketiga pesawat tersebut.

Hollande juga sempat berbicara dengan Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani. Kedua pemimpin membahas cara-cara untuk meningkatkan kerja sama serta isu-isu regional.

Prancis dan Qatar memiliki hubungan ekonomi yang mendalam. Seperti diketahui, raksasa energi Prancis Total SA merupakan pemain utama dalam industri energi.

Kunjungan Prancis ke dua negara Teluk itu dilakukan di tengah, upaya Prancis dan negara kekuatan dunia menyelesaikan kesepakatan nuklir dengan Iran. Selama ini Arab Saudi dan sekutu Arab khawatir kesepakatan dan pengangkatan sanksi dapat memberi Iran semangat bersaing dengan negara regional.

Pada Selasa, Hollande juga dijadwalkan akan menjadi tamu kehormatan pada pertemuan GCC di Riyadh. Hollande juga diperkirakan akan mengadakan pertemuan bilateral dengan sejumlah pemimpin selama kunjungannya.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengubah jadwal kunjungannya ke Riyadh, pada menit terakhir. Kerry memilih menyelesaikan rencana untuk pertemuan puncak di Camp David pada 13 Mei. Pertemuan tersebut akan mempertemukan para pemimpin Teluk dan Presiden Barack Obama.

Pada Senin (27/4) lalu Kerry sempat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di sela-sela konferensi untuk meninjau Traktat Non-Proliferasi Nuklir. Pertemuan tersebut dilakukan dalam upaya mengamankan kesepakatan nuklir Iran dengan negara Barat.

Berdasarkan kesepakatan tentatif pada 2 April lalu, Teheran setuju untuk memangkas jumlah uraniumnya dan memungkinkan Badan Energi Atom Internasional untuk melakukan inspeksi. Sebagai imbalannya sanksi terhadap Iran akan dicabut.

Sementara itu senator AS dari Partai Republik berjanji untuk terus melakukan peninjauan ketat terkait program nuklir Iran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement