REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan tenaga kerja yang sudah bermukim di luar negeri, kerap kesulitan untuk memperoleh hak klaim asuransi.
"TKI perlu kembali dulu ke Indonesia untuk mendapat pembayaran klaim dari asuransi. Informasi mengenai perwalu perusahaan asuransi itu tidak sampai ke TKI," kata Juru Bicara BPK, Yudi Ramdan Budiman dalam diskusi di Jakarta, Selasa (6/5).
Hal itu menurut Yudi ditemukan dalam pemeriksaan kinerja atas program penempatan dan perlindungan TKI pada 2013 dan 2014 di Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), dan instansi terkait lainnya. Menurut dia, masalah utama dalam terhambatnya perolehan klaim pembayaran karena ada kegagalan komunikasi tentang pemberitahuan kantor perwalu konsorsium perusahaan asuransi yang ditetapkan Kemnaker.
BPK menemukan mayoritas TKI justeru baru mencairkan hak pertanggungannya saat dia kembali ke Tanah Air. Selain itu skema asuransi TKI juga dinilai Yudi kurang transparan.
"TKI tidak memiliki peluang untuk membereskan klaim di luar negeri," ujarnya.
Lembaga auditor utama itu merekomendasikan agar konsorsium perusahaan asuransi lebih erat menggandeng nasabahnya di luar negeri, dan mendirikan kantor perwalu yang memadai di negara persebaran TKI. Terdapat tiga konsorsium perusahaan asuransi yang mendapat izin dari Kemanker sebagai pelaksana program asuransi TKI.