Rabu 06 May 2015 19:37 WIB

Pascalongsor Pangalengan, Wilayah Tambang Diminta Steril Penduduk

Rep: c87/ Red: Dwi Murdaningsih
 Sejumlah personil gabungan TNI, Basarnas dan polisi melakukan pencarian korban longsor di Kampung Cibitung, Desa Margamukti, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Rabu (6/5).   (foto : Septianjar Muharam)
Sejumlah personil gabungan TNI, Basarnas dan polisi melakukan pencarian korban longsor di Kampung Cibitung, Desa Margamukti, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Rabu (6/5). (foto : Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bencana tanah longsor yang terjadi di Pangalengan, Jawa Barat, Selasa (5/5) kemarin, menyebabkan setidaknya 4 orang meninggal dunia. Tak hanya itu, satu instalasi pipa uap dari pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dioperasikan oleh Star Energy ikut tertimbun dan patah menjadi 3 bagian. Meskipun pihak operator PLTP juga menjadi korban dari bencana longsor ini, namun berita cepat bergulir bahwa "ledakan" pipa uap lah yang membuat tanah longsor.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk menerbitkan kemungkinan aturan yang penggarapannya digodok bersama dengan Pemerintah Daerah agar Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi steril dari permukiman penduduk.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana kepada awak media, Rabu (6/5).

"Dari kejadian Pangalengan ini, kami berharap semua aktivitas WKP disterilkan dari permukiman penduduk," kata Rida.

Rida mengklarifikasi kabar yang menyebutkan bahwa ledakan pipa menyebabkan longsor. Yang terjadi adalah sebaliknya, longsor dengan tekanan sekitar 10 Bar tersebut membuat pipa Star Energy seolah meledak. Rida menceritakan, longsor mengakibatkan tanah di bawah tiang pancang pipa juga bergeser. Sehingga, pipa patah menjadi 3 bagian. Belum lagi tanah longsoran yang mengubur pipa dan menyumbat patahan pipa. Tekanan yang tinggi oleh uap mendorong sumbatan dan menciptakan efek ledakan. Bunyi ledakan inilah yang membuat heboh warga di sekitar pipa.

Rida mengatakan, Kementerian ESDM telah mengirimkan tim untuk mengetahui penyebab longsoran. Tim juga terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan direksi dari Star Energy. Dugaan awal longsoran terjadi akibat penggundulan hutan yang dilakukan oleh warga setempat.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan dibukanya hutan oleh Star Energy pada 1989, penduduk mulai berdatangan seiring dengan tersedianya akses jalan. Sayangnya, akses ini kata Rida, dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan bercocok tanam.

Di sisi lain, Kementerian ESDM tidak memiliki kewenangan untuk mensterilkan WKP dari permukiman penduduk. Begitu pula dengan pengembang PLTP, Star Energy yang tidak kuasa mengusir penduduk di area pertambangan. Akibat longsoran tersebut, pasokan sebesar 227 megawatt ke PT PLN (Persero) terhenti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement