REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri meminta sistem perekrutan langsung (direct hiring) tenaga kerja Indonesia (TKI) domestic worker ke Singapura ditinjau kembali karena untuk kepentingan pendataan pemerintah Indonesia.
Permintaan itu diucapkan Hanif saat bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Singapura, Lim Swee Say saat melakukan kunjungan resmi ke Singapura, Rabu (6/5) kemarin. Hanif meminta agar masalah sistem perekrutan langsung (direct hiring) TKI domestic worker ke Singapura ditinjau kembali.
"Untuk mudahnya kami memberikan perlindungan dan pendataan kepada TKI yang bekerja di Singapura, kami minta fasilitas direct hiring oleh pemerintah Singapura ditinjau kembali. Karena selama ini, direct hiring menimbulkan kesulitan bagi pemerintah Indonesia dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dalam melakukan pendataan,” katanya, di Jakarta, Kamis (7/5).
Menurut Hanif, jika tidak ada pendataan yang benar dan tepat, maka perlindungan terhadap TKI, khususnya yang bekerja di Singapura akan sukar dilakukan. Padahal, peraturan di Indonesia mewajibkan setiap TKI yang bekerja di Luar Negeri harus lewat perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS).
Untuk memudahkan pendataan dan memberikan perlindungan kepada TKI, UU Nomor 39 tahun 2004 mensyaratkan semua calon TKI yang kerja di luar negeri harus lewat PPTKIS. Seperti diketahui, pihak Pemerintah Singapura selama ini melegalisasi mekanisme penempatan TKI domestic worker melalui cara direct hiring.
Dengan cara ini, majikan di Singapura bisa merekrut langsung calon TKI tanpa lewat PPTKIS atau agensi. Model direct hiring inilah yang dinilai selama ini menyulitkan bagi Pemerintah RI untuk tahu persis jumlah TKI yang bekerja di Singapura.
Menanggapi permintaan dari Hanif, Lim Swee Say berjanji akan meneliti persoalan ini dan meminta masukan dari berbagai pihak di Singapura.
Sementara itu, terkait soal kontrak kerja TKI di Singapura, Pemerintah Indonesia meminta agar keluarnya visa kerja harus berdasarkan endorsement atau pengesahan Perjanjian Kerja (PK) TKI domestic worker.
Hal ini penting untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada TKI karena visa kerja betul-betul dikeluarkan jika PK sudah benar-benar disahkan.
Menanggapi hal itu, Menaker Singapura menegaskan selama ini pemerintah Singapura sudah menempatkan perlindungan TKI lebih tinggi dan lebih kuat daripada perjanjian kerja, yaitu dalam bentuk UU.
"Maka, jika terjadi pelanggaran terhadap semua hak pekerja yang dijamin dalam UU pasti akan ditindak dengan cepat dan segera," katanya.
Selain melakukan pertemuan bilateral dengan Menaker Singapura, Hanif juga menemui para TKI yang memiliki masakah dengan majikannya dan ditampung di shelter KBRI Sjngapura.
Dalam pertemuan itu, Menteri Hanif mendengar langsung problem yang dihadapi mereka dan berjanji akan segera menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh mereka.
Selain itu, Hanif juga menggelar beberapa pertemuan dengan stakeholder ketenagakerjaan di Singapura seperti kampus dan organisasi serikat pekerja Singapura NTUC (National Trade Union Congress) yang dipimpin Chan Chun Sing.
Pertemuan dengan NTUC ini dinilai penting oleh Hanif karena bisa menjadi bahan refrensi untuk menyelesaikan problem-problem hubungan industrial yang kerap kali terjadi dispute antara buruh dan pengusaha atau perusahaan.