REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menegaskan keputusan inkrah dari pengadilan, bersifat kuat dan mengikat. Pengingkaran terhadap keputusan inkrah, kata dia, bisa dianggap sebagai sikap pembangkangan.
Pernyataan Asep itu untuk menanggapi peradilan PTUN Partai Golkar yang sedang berlangsung. “Sanksinya langsung dari presiden. Bentuknya bisa teguran, diumumkan kepada publik hingga pencopotan jabatan,” ungkapnya.
Sanksi tersebut, lanjut dia, sudah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). UU tersebut dibuat untuk mengganti UU Nomor 5 Tahun 1986 yang mengatur hal serupa.
“Pada masa Orde Baru, ada pengingkaran terhadap keputusan inkrah. Kondisi semacam ini bisa menimbulkan arogansi politik kelompok tertentu. Jadi dibuat aturan pengganti yang lebih tegas dan mengikat," ucap Asep.