REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sultan Hamengku Bawono X telah mengangkat putri sulungnya menjadi putri mahkota dan merubah gelarnya dari Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi serta penghapusan kata Khalifatullah dari gelar sultan. Kedua hal tersebut menimbulkan pro kontra dan anggapan tertentu baik dari Keluarga Keraton ataupun masyarakat.
“Ya tapi kita tidak bisa menebak apa yang ada di hati sultan,” kata Sejarawan dari Universitas Diponegoro, Dhanang Respati Puguh kepada ROL, Jumat (8/5). Menurutnya, Sabda Raja yang dibuat oleh Sultan HB X dilihat pasti ada beberapa kemungkinan dan alasan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, penghapusan gelar Khalifatullah itu mungkin ada hubungannya dengan pengangkatan putri sulungnya menjadi putri mahkota. “Mungkin Sultan ingin menaikan putrinya menjadi penggantinya nanti,” ungkap Dhanang.
Ia juga menjelaskan, mungkin Raja dengan kekuasaan mutlak yang dimilikinya sedang mempunyai rencana untuk siapa yang akan meneruskannya. “Khalifatullah itu kan artinya pemimpin dan sejak kerajaan Islam dulu identik anggapannya dengan laki-laki. Ketika Raja harusnya laki-laki siapa yang akan meneruskan? Kan anaknya perempuan, makanya mungkin penghapusan Khalifatullah bisa berarah kepada suksesi yang akan dilakukan,” ungkap Dhanang.
Menurutnya, Yogyakarta kan mempunyai sendiri yaitu diberikan keistimewaan. Oleh karena itu, bahkan sejak zaman Islam terdahulu dalam hal ini Raja punya hak untuk mempunyai kewenangan mutlak dan hal tersebut sekarang ini.