REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sultan Hamengkubawono X yang mengeluarkan Sabda Raja diantaranya berisi pengangkatan putrinya menjadi putri mahkota memunculkan perbedaan pendapat terutama kepada adik-adik raja. Adik-adik raja menganggap sebelumnya Raja haruslah laki-laki bukan perempuan.
''Gender itu bukan syarat tertulis untuk menjadi seorang Raja,'' ungkap Sejarawan, Sri Menggana, kepada Republika.co.id. Menurutnya, bahkan ketentuan gender tersebut tidak ada dalam peraturan untuk menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Namun, ia tidak memungkiri bahwa seorang raja itu harus laki-laki memang sudah menjadi pemahaman umum bagi keluarga kerajaan. “Tapi ingat, ini bukan peraturan, hanya tradisi saja bahwa perempuan tidak bisa memimpin kepemerintahan,” tutur Sri.
Lebih lanjut ia menjelaskan, keadaan Keraton sebelum dan sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia berbeda. Menurut Sri, sebelum kemerdekaan Keraton mempunyai kekuasaan wilayah sendiri, namun untuk sekarang ini wilayah Keraton sudah di dalam ruang lingkup Bangsa Indonesia.
“Begitupun juga dengan ketentuan gender ini, sebenarnya mungkin Sultan ingin menyesuaikan dengan zaman sekarang. Namun yang jelas gelar dan siapa yang menjadi pemimpin diperhitungkan melalui fungsi riilnya, bukan hanya sekedar simbolik dan tradisi,” jelas Sri.