REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Politik dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan, ada tiga hal yang mesti diperhatikan sebelum revisi terbatas terhadap Undang-undang (UU) Pilkada dan UU Parpol dilakukan. Ketiganya mencakup sistem kepartaian dan pemilu, sistem peradilan, dan sistem pembentukan Undang-undang itu sendiri.
“Jika memang revisi mesti dilakukan, harus diperhatikan dulu poin mana yang akan diperbaiki. Jika melihat konteks saat ini, yang pertama harus ditelaah adalah sistem kepartaian dan pemilu seperti apa yang akan digunakan dan sistem penyelesaian seperti apa yang dilakukan jika partai bersengketa,” kata Asep saat dihubungi ROL, Sabtu (9/5).
Poin kedua, lanjut dia, adalah sistem peradilan seperti apa yang mesti dijalankan untuk menyelesaikan sengketa partai. Poin ini juga perlu menyertakan kebijakan mengenai keputusan dari sistem peradilan tersebut. “Sebaiknya sistem peradilan dipastikan dulu sebelum merevisi UU agar seterusnya bisa konsisten diberlakukan. Sebab, ini menyangkut waktu peradilan itu sendiri,” imbuh Asep.
Terakhir, dia menekankan sistem revisi UU harus jelas, baik dari segi alasan yang mendasari maupun hal yang diubah dan tujuan perubahannya.
Lebih lanjut, Asep memaparkan empat hal umum yang menjadi pendorong pembentukan atau revisi UU. Menurut dia, perubahan atau pembuatan UU baru bisa terjadi jika UU lama tidak mampu mengakomodasi penyelenggaraan negara dan kepentingan masyarakat luas.
“Selanjutnya, revisi terjadi jika ada ketidaksesuaian antara UU yang ada dengan kebutuhan hari ini. Ketiga, revisi UU dibuat untuk menjaga keselarasan antara peraturan yang telah ada. Keempat, UU direvisi atau dibuat untuk menguatkan keabsahan peraturan yang sudah ada sebelumnya,” tambah dia.