REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN-- Anggota DPR RI dari Partai Golkar Meutya Hafid membantah jika memiliki kedekatan dengan kubu Aburizal Bakrie atau Agung Laksono.
"Itu tidak benar, karena saya memiliki kedekatan yang sama dengan pak ARB (Aburizal Bakrie) dan pak Agung," katanya dalam diskusi di kantor PWI Sumut di Medan, Sabtu (9/5).
Mungkin, kata Meutya, anggapan kedekatan dengan kubu Agung Laksono tersebut muncul karena pendapatnya tunduk dengan keputusan Kementerian Hukum dan HAM. Sebagai kader yang mencintai Partai Golkar, Meutya lebih setuju masalah dan perbedaan pendapat yang muncul diselesaikan secara internal melalui Mahkamah Partai.
"Sayang kurang setuju kalau masalah itu dibawa ke pengadilan. Prinsipnya masalah di dalam harus diselesaikan di dalam," katanya.
Disebabkan perbedaan pendapat tersebut "dibawa keluar", perbedaan pendapat mengenai kepengurusan Partai Golkar tersebut menjadi berlarut-larut. Ia mengakui jika masalah yang berlarut-larut itu menimbulkan kelelahan bagi kader, termasuk mengurangi fokus kader yang menjalankan tugas sebagai anggota DPR RI dan DPRD.
"Masalah ini sudah delapan bulan, mau masuk bulan kesembilan. Wartawan yang meliputnya juga lelah," kata anggota Komisi I DPR RI itu.
Baik sebagai kader mau pun anggota DPR RI, Meutya Hafid sangat berharap agar masalah itu dapat diselesaikan dengan cepat. Menurut dia, potensi polemik itu mulai muncul menjelang pilpres dengan pemecatan delapan kader yang menyatakan sikap tidak mendukung Prabowo Subianto.
Padahal, ketika Jusuf Kalla mencalonkan diri sebagai presiden dalam pilpres 2009, cukup banyak kader yang tidak mendukung tetapi tidak mengalami pemecatan. "Itu yang memicu polemik panjang di internal Partai Golkar," ujar Meutya.