REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ekonomi Jawa Barat kuartal pertama 2015 dinilai mengalami perlambatan. Menurut Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Jabar, Ade Rika Agus, perekonomian Jabar pada kuartal pertama tahun ini diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp 364,53 triliun.
"Pertumbuhan ekonomi Jabar melambat hanya 4,93 persen, namun masih diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 4,71 persen," ujar Ade kepada wartawan, akhir pekan lalu.
Sementara itu, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jabar Aldrin Herwany mengatakan perlambatan pertumbuhan di triwulan pertama dinilai masih wajar. Hal ini salah satunya karena belanja pemerintah belum optimal.
Aldrin berharap, pemerintah melakukan percepatan pencairan anggaran. Hal ini agar proyek-proyek pemerintah bisal mulai dilakukan pada triwulan II dan III.
"Jangan sampai pengerjaan proyek pemerintah dilakukan pada triwulan IV, kalau seperti itu sih sudah terlambat," katanya.
Menurutnya, konsumsi masyarakat masih menjadi andalan mendorong pertumbuhan ekonomi. Meski dibayangi kenaikan harga bahan pokok, namun daya beli masyarakat terbukti masih tetap tinggi.
Sedangkan soal ekspor Jabar, kata dia, masih belum menjadi andalan. Meski tinggi, namun ekpsor Jabar tergerus nilai impor yang juga tinggi. Industri seperti tekstil, masih tergantung pasokan bahan baku dari luar negeri terutama kapas. "Hal ini karena pasokan dari dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan industri," katanya.
Aldrin memperkirakan pada akhir tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Jabar bisa menyentuh angka 6 persen atau diatas target nasional yang berkisar 5,5 persen. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Jabar kerap diatas nasional.
Aldrin merasa yakin pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih baik dari 2014. Karena, tahun lalu kegiatan pembangunan terganggu kegiatan Pilpres dan Pileg.
"Manfaat pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi akan mulai bisa dirasakan paling cepat di akhir tahun 2015," katanya.