REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR -- Jumlah penduduk di Bali yang kian tinggi berpotensi menimbulkan pelanggaran tata ruang. Solusinya, akan diterapkan kawasan sawah abadi.
"Pemerintah kabupaten dan kota perlu menetapkan sawah abadi di masing-masing daerahnya dan kawasan ini tak boleh dialihfungsikan," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali Putu Astawa, Senin (11/5).
Prediket Bali sebagai daerah tujuan wisata, kata Astawa berpengaruh terhadap pertambahan jumlah penduduk, baik itu asli atau pun pendatang yang jumlahnya saat ini mencapai 4,2 juta jiwa. Semua ini berimplikasi pada pemenuhan tempat tinggal dan lainnya, seperti makanan, minuman, dan air bersih.
Ahli Pertanian Universitas Udayana I Wayan Windia mengatakan, perlindungan terhadap areal subak dan sawah abadi diperlukan untuk menghindari alih fungsi lahan. Terobosan ini juga dalam rangka mengupayakan kesinambungan lahan pertanian dan lahan terbuka hijau di Bali.
"Pengalihan fungsi lahan belakangan ini semakin tak terkendali," ujarnya.
Beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian, kata Windia menjadi masalah serius yang mengancam ketersediaan pangan. Dengan adanya sawah-sawah abadi di masing-masing kabupaten kota, maka kehawatiran itu tak akan ada.
Kabupaten Tabanan, misalnya, membuat Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 27 Tahun 2012 untuk mencegah alih fungsi lahan. Perbup ini mengatur penetapan kawasan subak dan sawah abadi.
Ada sekitar 2.428 hektare sawah abadi di Jatiluwih dan 12 subak sebagai daerah penyangga pertanian di Tabanan. Tabanan merupakan sentra utama produksi padi di Pulau Dewata.
Hasil penelitian di Universitas Udayana menunjukkan, lahan pertanian Bali yang mengalami alih fungsi mencapai 800 hektare per tahun. Saat ini, luas lahan sawah yang masih ada di Bali mencapai 84.118 hektare.