REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais Wiryosudarmo menilai kebijakan liberalisasi pers asing di Papua oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan kebijakan memoles citra positif pemerintahan di ruang internasional.
Strategi politik tersebut dianggap politikus dari fraksi Amanat Nasional (PAN) itu, sebagai perimbangan pemberitaan internasional, pasca-eksekusi mati warga negara asing terpidana narkotika.
Dikatakan Hanafi, Jokowi menjadi bulan-bulanan pers asing ketika tetap melakukan eksekusi mati terhadap terpidana Narkoba. Kebijakan pers asing untuk kegiatan jurnalistik di Pap-ua, diambil presiden untuk meluruskan kembali citra miring Jokowi oleh pers asing.
"Pesannya bahwa Indonesia tetap sebagai negara yang terb-uka dan hangat bagi komunitas pers internasional," tulis Hanafi via blackberry messenger.
Menurutnya membebaskan pers asing untuk meliput di Papua, memang positif. Akan tetapi, menurutnya kebijakan itu berpotensi jadi bumerang tersendiri bagi pemerintahan Jokowi.
Selain itu, menurut Hanafi, ada beberapa motivasi yang bisa direkam dari kebijakan Jokowi dengan meliberalisasi pers asing di Papua.
Pertama, dikatakan dia, Jokowi sebenarnya sedang menantang dirinya sendiri untuk membuktikan kepada internasional bahwa Papua, diperiode pemerintahan kali ini, benar-benar akan dikelola dengan bagus.
Jokowi meyakini, prioritas pembangunan infrastruktur di tanah Papua, seperti tol laut dan akses tranportasi lainnya, bisa menggeser opini pemberitaan pers asing yang selama ini membeberkan kebijakan salah kelola pemerintah di wilayah kaya sumber daya mineral itu.
Realisasi pembangunan di Papua, diharapkan Jokowi menjadi cerita sukses untuk komunitas internasional.
"Presiden punya harapan success story di Papau yang diimp-ikan bisa jadi sisi baru dalam peliputan media asing. Terpulang kepada presiden mampu atau tidak membuktikan itu," ujar Hanafi.
Meskipun begitu, Hanafi mengingatkan Jokowi, liberalisasi pers asing di Papua, akan berdampak pada keberadaan militer di wilayah itu.
Selama ini, aksi militer di Papua terhadap kelompok separatis selalu menjadi sorotan negatif dari pemberitaan asing. Hal itu membuat TNI menjadi bulan-bulanan internasional. Pemberita-an negatif TNI di Papua itu pula yang dianggap Hanafi menjadi kuda kepentingan asing untuk bercokol di Papua.
Hanafi, meminta situasi baru pers asing di Papua, memastik-an keberadaan TNI di Papua tetap menjalankan fungsi dan tu-gasnya. Paling utama untuk mempertahankan kepentingan nasional di Tanah Papua.
"Sebagai pemegang kekuaasan tertinggi, presiden harus memastikan TNI jangan sampai jadi bulan-bulanan media asing untuk kepentingan asing di Papua," tandasnya.