REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan sekretaris jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan ketiga jaksa penuntut umum KPK yang menyatakan bahwa Waryono mendapatkan gratifikasi hingga 334.862 dolar AS.
"Dalam dakwaan ketiga, JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK tidak menguraikan secara cermat, lengkap dan jelas mengenai cara terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan serta uraian dakwaan tidak sinkron dengan pasal yang didakwakan," kata pengacara Waryono, Wahyu Ari Bowo dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (13/5).
Dalam dakwaan tersebut, jaksa mengungkapkan Warno mendapatkan sejumlah uang dalam mata uang dolar AS namun tidak melaporkannya kepada KPK sebagai gratifikasi.
"Dakwaan terkait pemberian gratifikasi yang harus berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, namun dalam uraian dakwaannya, JPU KPK tidak menguraikan secara lengkap dan jelas mengenai tindakan terdakwa yang dianggap memenuhi unsur-unsur pasal yang dimaksud yaitu siapa yang memberikan graitfikasi, kapan diberikan dan untuk kepentingan apa pemberian tersebut," tambah Wahyu.
Waryono dalam dakwaan ketiga disebutkan pada 28 Mei 2013 bertempat di kantor Setjen Kementerian ESDM menerima uang sebesar 284.862 dolar AS yang disimpan dalam tas dan diletakkan di ruang kerja Waryono.
Selanjutnya pada 12 Juni 2013, Waryono juga menerima dari mantan Kepala Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini sebesar 50 dolar AS melalui Hermawan yang dibungkus paper bag kecil dan memerintakan Kabiro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi untuk menyimpannya di ruang kerja Didi.
Sejak menerima uang dengan jumlah total 334.862 dolar AS itu, Waryono tidak melaporkan ke KPK sampai batas waktu 30 hari.
Uang sebesar 284.862 dolar AS itu akhirnya ditemukan petugas KPK saat penggeledahan terkait kasus korupsi mantan kepada SKK Migas Rudi Rubiandini pada 14 Agustus 2013, sedangkan uang 50 ribu dolar AS diserahkan Didi ke KPK pada 27 November 2013.